Bisnis.com, JAKARTA - Selama lebih dari sebulan ini, ruang dengar kita diramaikan dengan isu resesi ekonomi global yang mengancam dunia. Presiden Jokowi menggambarkan secara dramatis, jelas, dan gamblang bahwa situasi dunia pada 2023 akan menjadi gelap. Pesan yang sangat kuat untuk memberikan peringatan bagi seluruh komponen bangsa agar melakukan persiapan yang dianggap penting.
Pernyataan ini kemudian diperkuat oleh Sri Mulyani yang menyampaikan bahwa keadaan dunia sedang dalam bahaya. Beberapa hari berselang, Menteri Keuangan menambahkan bahwa akan ada beberapa negara yang dianggap relatif aman terhadap resesi dunia, yaitu emerging economy seperti India, Indonesia, Brasil, dan Meksiko.
Segera pernyataan dua pemimpin otoritatif ini memicu riak besar di antara pelaku bisnis, bahkan hingga masyarakat luas. Warganet membagikan data, tips, opini dan lain sebagainya, sehingga apa yang disebut ketidakpastian itu makin menjadi-jadi. Berita samar yang diamplifikasi oleh crowd opinion memicu kegelisahan di kalangan usaha khususnya UMKM.
Bukan tanpa alasan kegelisahan menghantui aktivitas bisnis UMKM dan masyarakat awam. Kondisi ekonomi negara-negara yang selama ini dianggap perkasa, Inggris, Amerika Serikat, dan negara Eropa lainnya melesu. Menimbulkan kekhawatiran akan berdampak pada bisnis dalam negeri.
Ambil contoh ekspor Indonesia ke Inggris pada tahun 2021 adalah sekitar US$1,8 miliar atau setara dengan Rp25 triliun yang terdiri dari alas kaki, kopi, teh, kakao, kelapa sawit, dan lain sebagainya. Sebagian besar produk tersebut dihasilkan oleh UMKM. Saat ini Inggris mengalami pertumbuhan ekonomi kuartal III minus 0,3 persen dan diprediksi akan terus mengalami tekanan di kuartal berikutnya.
Dalam tulisan ini, saya tak hendak membahas aspek ekonomi global, bagaimana resesi terjadi dan dampaknya terhadap ekonomi makro Indonesia. Selain sudah banyak dibahas, juga berada pada tataran intervensi kebijakan yang tidak dalam jangkauan pelaku bisnis. Tulisan ini akan menyentuh pada apa yang perlu dilakukan oleh pelaku usaha khususnya UMKM dalam menghadapi ketidakpastian ekonomi global yang mungkin saja berdampak pada kondisi lingkungan bisnis yang dekat dengan aktivitas keseharian para wirausahawan.
Baca Juga
Peran UMKM dalam perekonomian nasional tidaklah kecil. Bahkan tidak berlebihan jika dikatakan UMKM sebagai sokoguru pembangunan ekonomi Indonesia. Betapa tidak, kontribusi UMKM terhadap PDB telah mencapai 61,9 persen, dan menyerap tenaga kerja sebesar 97%. Dengan signifikansi yang demikian besar, UMKM menjadi mesin ekonomi yang menghidupkan pola produksi-konsumsi di level akar rumput sebagai penggerak ekonomi nasional.
Terkait isu potensi resesi global, pelaku bisnis UMKM perlu memperhatikan beberapa hal berikut ini. Pertama, membangun sikap optimistis. Ada hal yang lebih berbahaya dari resesi ekonomi, yaitu resesi batin. Suatu keadaan ketika ketakutan demikian besar, sehingga memenjarakan kemampuan kreatif untuk beradaptasi. Perusahaan layaknya juga manusia memiliki kemampuan untuk beradaptasi pada kondisi yang berubah.
Kita harus meyakinkan diri, jika ada kesulitan dalam lingkungan bisnis, kita akan dapat mengantisipasinya. Para pelaku bisnis UMKM perlu mengingat bahwa 2020 hingga 2021 adalah tahun resesi yang berat bagi Indonesia. Siapa yang mampu melewatinya sesungguhnya telah menunjukkan resiliensi yang luar biasa. Dengan demikian, kita perlu waspada, tetapi tidak perlu takut. Ketakutan pada resesi yang berlebihan akan menyebabkan UMKM cenderung menahan investasi, membatasi produksi yang akhirnya justru kontraproduktif dengan usaha untuk membangkitkan ekonomi.
Kedua, yang perlu mendapat perhatian UMKM adalah mempersiapkan kesehatan bisnis. Sedikit cuaca gerimis dapat membuat beberapa orang yang kurang fit menjadi masuk angin. Sementara bagi mereka yang memiliki daya tahan tubuh tinggi, cuaca ekstrem masih dapat ditanggung. Demikian pula dengan bisnis UMKM. Jika fundamental model bisnis, keuangan, operasi, dan pemasaran kuat, terpaan badai ekonomi akan relatif bisa ditahan. Oleh karena itu, fokuslah untuk memperbaiki rasio utang, efisiensi operasi, portofolio produk, bauran pelanggan, sistem keuangan dan lain sebagainya sehingga perusahaan tahan banting.
Ketiga, membangun kemampuan adaptif. Sejak dilanda Covid-19, kita telah akrab dengan istilah normality is an illusion. Situasi normal adalah ketika kita memiliki kemampuan untuk berinovasi mengikuti selera pelanggan yang bergerak sangat cepat. Oleh karena itu, UMKM perlu mengasah kemampuan inovasi sebaik mungkin. Selalu berpikir cara baru, produk baru, pasar baru, resep baru, dan lain sebagainya. Kemampuan adaptif inilah yang menjadi kunci bertahannya UMKM dalam berbagai kondisi.
Demikian beberapa hal penting yang tampaknya lebih baik diperhatikan oleh pengusaha UMKM. Kita berharap dengan respons pemerintah yang menggelontorkan insentif ekonomi untuk tetap mempertahankan pertumbuhan ekonomi, disinergikan dengan pergerakan optimis UMKM Indonesia, kita dapat berharap perahu ekonomi nasional akan selamat melewati badai yang mengadang. Tidak perlu takut resesi, tetapi persiapkan segala hal yang penting. Seperti quotes penting dalam film klasik Independence day, We hope for the best, but prepare for the worst.