Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Resesi di Depan Mata, Ini Saran Mantan Gubernur BI Agus Martowardojo

Mantan Gubernur BI Agus Martowardojo memberikan saran untuk bank sentral untuk mengambil keputusan di tengah ancaman resesi.
Mantan Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardojo.ANTARA-Muhammad Adimaja
Mantan Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardojo.ANTARA-Muhammad Adimaja

Bisnis.com, JAKARTA — Mantan Gubernur Bank Indonesia (BI) Agus Martowardojo buka suara terkait resesi yang mengancam ekonomi global pada 2023. Pengetatan kebijakan moneter di negara maju untuk merespons lonjakan inflasi memberikan tekanan di pasar keuangan negara berkembang.

Pengetatan moneter di Amerika Serikat (AS) terutama, kenaikan suku bunga yang lebih agresif memicu keluarnya aliran modal asing dan menekan nilai tukar mata uang negara-negara berkembang.

Agus Martowardojo menyampaikan bahwa negara berkembang saat ini menghadapi tantangan dalam menjaga stabilitas dan mengatasi volatilitas nilai tukar di tengah ketidakpastian pasar keuangan global yang tinggi. 

"Kondisi ini  bukanlah tugas yang mudah bagi bank sentral Indonesia. Data inflasi domestik dinilai masih rendah. Namun, perlu diwaspadai karena diperkirakan akan ada peningkatan sebagai dampak dari second round kenaikan harga BBM," katanya dalam acara SOE International Conference, Selasa (18/10/2022).

Menurutnya, respons suku bunga kebijakan kemungkinan akan tetap terukur dan bergantung pada data ke depan. Meski demikian, perlu diantisipasi langkah bank sentral negara maju yang diperkirakan bergerak lebih agresif sehingga dapat semakin meningkatkan tekanan pada mata uang pasar berkembang.

Oleh karena itu, kata dia, dalam situasi saat ini Indonesia tidak hanya dapat mengandalkan satu instrumen kebijakan. Otoritas moneter dinilai perlu menerapkan bauran kebijakan. Pertama, terus menaikkan suku bunga acuan, meskipun dengan tingkat kecepatan yang lebih lambat dari the Fed.

Di sisi lain, bank sentral dinilai lebih fleksibel terhadap kebijakan stabilitas nilai tukar, namun langkah intervensi di pasar valas tetap dibutuhkan di tengah tingginya ketidakpastian pasar keuangan.

“Jika bank sentral melakukan intervensi atas depresiasi nilai tukar dengan menarik cadangan devisa, strategi ini memiliki batas. Intervensi dengan cadangan devisa hanya berfungsi memperlambat laju depresiasi mata uang, tetapi tidak dapat membalikkan tren sesuai dengan fundamentalnya,” imbuhnya. 

Kedua, BI dinilai dapat mempertahankan kebijakan makroprudensial yang akomodatif untuk mendorong penyaluran kredit perbankan ke sektor korporasi.

Ketiga, pengendalian inflasi melalui tim pengendalian inflasi, baik di tingkat nasional maupun daerah, untuk mengatasi inflasi dari sisi penawaran, khususnya harga bergejolak (volatile food).

Secara khusus, dia berpendapat BI akan terus melakukan asesmen atas dampak putaran kedua dari kenaikan harga BBM. Pasalnya, faktor sisi penawaran memberikan kontribusi yang signifikan terhadap kenaikan inflasi.

"BI  harus memperkuat koordinasi dengan pemerintah untuk melakukan langkah mitigasi lonjakan inflasi," ujarnya. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper