Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Berencana Bangun Super Grid, ESDM Buka Peluang Ekspor EBT ke Asean

Pemerintah bakal mengembangkan 700 gigawatt (GW) energi terbarukan yang berasal dari solar, hidro, angin, bioenergi, laut, panas bumi, hidrogen, dan nuklir.
 Pembangkit listrik tenaga bayu./Istimewa
Pembangkit listrik tenaga bayu./Istimewa

Bisnis.com, JAKARTA — Pemerintah membuka peluang untuk mengekspor listrik dari energi bersih ke sejumlah negara di kawasan Asia Tenggara (Asean) menyusul rencana pembangunan Super Grid mendatang.

Sekretaris Jenderal Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Rida Mulyana mengatakan, pemerintah bakal mengembangkan 700 gigawatt (GW) energi terbarukan yang berasal dari solar, hidro, angin, bioenergi, laut, panas bumi, hidrogen dan nuklir. Hanya saja, Rida menggarisbawahi, rencana itu membutuhkan investasi yang relatif besar hingga 2060 mendatang.

"Untuk mendukung transisi yang cepat dan efektif menuju energi bersih, Indonesia membutuhkan investasi hingga US$1 triliun pada 2060 untuk pembangkit energi terbarukan senilai US$995 miliar dan transmisi sebesar US$114 miliar,” kata Rida saat acara Roundtable Discussion 'A Just Energy Transition and Financing' yang diselenggarakan United Nations Development Programme (UNDP), dikutip Jumat (14/10/2022).

Saat ini, Rida mengatakan, lanskap pendanaan untuk pengembangan energi terbarukan di Indonesia dapat diperoleh antara lain dari blended finance, United Indonesia SDGs, Tropical Landscape Fasilitas Keuangan, investasi anggaran nonpemerintah, serta pemerintah dan swasta kemitraan. Namun, pemerintah masih meningkatkan mobilisasi semua sumber keuangan di antara semua pemangku kepentingan untuk memastikan semua potensi dimanfaatkan.

"Pemerintah menetapkan Perpres tentang Percepatan Pengembangan Energi Terbarukan Untuk Penyediaan Listrik yang memungkinkan harga yang kompetitif untuk energi terbarukan. Kami juga memberikan insentif, seperti tax allowance, fasilitas bea masuk, dan tax holiday," kata Rida.

Adapun, PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) atau PLN tengah mendorong penghentian operasi PLTU berkapasitas 5,5 GW sebelum 2030 sebagai langkah awal perseroan memberi ruang untuk investasi hijau masuk ke sistem kelistrikan nasional. Manuver itu diperkirakan menelan investasi sebesar US$6 miliar atau setara dengan Rp89,3 triliun (kurs Rp14.890).

Hanya saja program penghentian PLTU seluruhnya hingga 2050 diproyeksikan bakal sulit dilakukan. Center for Global Sustainability University of Maryland memperkirakan kebutuhan dana yang perlu diamankan PLN mencapai US$32,1 miliar atau setara dengan Rp475,4 triliun (asumsi kurs Rp14.810).

Di sisi lain, PLN mesti menaikkan kapasitas serta ekosistem pembangkit EBT dengan nilai investasi menyentuh US$1,2 triliun atau setara dengan Rp17.772 triliun hingga 2050 mendatang.

“Ini bukan biaya yang kecil kita harus lihat kemampuan fiskal Indonesia seberapa jauh untuk menyerap ini. Siapa yang seharusnya mendanai ini apakah filantropi, multilateral, bilateral atau swasta tertarik untuk ikut masuk,” kata Direktur Keuangan dan Manajemen Risiko PLN Sinthya Roesly.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper