Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Alasan Kemendag Urung Cabut DMO Minyak Sawit

Kebijakan memasok DMO sebesar 300.000 ton minyak sawit dianggap tidak merugikan produsen.
Warga memperlihatkan minyak goreng kemasan saat peluncuran minyak goreng kemasan rakyat (MinyaKita) di kantor Kementerian Perdagangan, Jakarta, Rabu (6/7/2022). ANTARA FOTO/Galih Pradipta
Warga memperlihatkan minyak goreng kemasan saat peluncuran minyak goreng kemasan rakyat (MinyaKita) di kantor Kementerian Perdagangan, Jakarta, Rabu (6/7/2022). ANTARA FOTO/Galih Pradipta

Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Perdagangan (Kemendag) mengatakan bahwa kebijakan domestic market obligation (DMO) untuk minyak sawit sebagai bahan baku minyak goreng tidak akan dicabut lantaran dinilai berhasil menstabilkan harga dan ketersediaan minyak goreng.

Dirjen Perdagangan Dalam Negeri Kemendag Syailendra menilai bahwa kebijakan memasok DMO sebesar 300.000 ton minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) untuk kebutuhan minyak goreng dalam negeri sama sekali tidak merugikan pengusaha sawit. Apalagi, kata dia, DMO terbukti justru mampu membuat minyak goreng kembali melimpah di pasaran.

“Apa sih ruginya? Karena dengan memasok 300.000 [ton] dengan tidak dikemas [Minyakita], dia bisa mengekspor 2,7 juta ton per bulan. Sekarang jika mereka kemas dalam bentuk Minyakita, itu tambah 1,5-nya [2,7 juta ton X1,5]. 4.050.000 ton ekspornya,” ujar Syailendra saat ditemui di Kemendag, Minggu (25/9/2022).

Syailendra menambahkan, dengan diberlakukannya DMO harga minyak goreng yang 4 bulan lalu Rp18.000 per liter, saat ini jadi Rp14.000 bahkan ada yang Rp13.000 per liter di Indonesia.

“Lihat saja sekarang, minyak goreng sudah stabil. Bahkan hampir semua sudah Rp14.000, ada juga yang sudah Rp13.000,” tutur Syailendra.

Sekadar informasi, DMO merupakan batas wajib pasok yang mengharuskan produsen minyak sawit untuk memenuhi stok dalam negeri sebesar 194.634 ton. Kebijakan tersebut awalnya diberlakukan oleh Menteri Perdagangan yang dijabat Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi kala itu pada 29 Januari lantaran minyak goreng mahal dan sulit di pasaran. Namun, pada 17 Maret DMO kembali dicabut dan kembali ke formula awal yaitu menaikkan tarif ekspor CPO.

Setelah pemerintah kembali membuka keran ekspor CPO setelah sempat disetop, DMO kembali diberlakukan pada pertengahan Mei 2022 hingga saat ini.

Berbagai pihak pun meminta agar DMO dicabut sebab hal ini diklaim jadi penyebab tersendatnya ekspor CPO. Macetnya ekspor CPO ini membuat harga tandan buah segar (TBS) sawit anjlok. Yang biasanya petani memperoleh harga Rp3.500-4.000 per kg TBS setelah pelarangan ekspor dan kembalinya penerapan DMO harga TBS tergelincir pada titik Rp1.000 bahkan Rp600 per kg.

Terakhir, Ombudsman Republik Indonesia lewat anggotanya Yeka Hendra Fatika menilai kebijakan DMO bukan hal yang solutif dalam memecahkan sengkarut industri minyak goreng saat ini.

"Jadi, Kemendag harus segera mencabut DMO," ujarnya di Jakarta pada Selasa (13/9/2022).

Sebelum Ombudsman, Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) dan Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) juga mengusulkan hal serupa.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Indra Gunawan
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper