Bisnis.com, JAKARTA — Center of Economic and Law Studies atau Celios menilai bahwa ide pengalihan subsidi energi ke baterai dan mobil listrik tidak tepat karena masyarakat miskin tidak menggunakan barang-barang tersebut. Ide itu pun tidak menyelesaikan masalah subsidi energi yang salah sasaran.
Ekonom dan Direktur Celios Bhima Yudhistira menilai bahwa mobil listrik merupakan kebutuhan tersier dengan segmen pasar kelas menengah ke atas, termasuk baterai sebagai komponennya. Oleh karena itu, tidak tepat jika subsidi disalurkan ke sana, apalagi merupakan pengalihan dari subsidi energi yang ada.
"Subsidi ini memang untuk orang miskin. Kalau roda empat itu kategorinya [barang yang dikonsumsi] kelas menengah atas," kata Bhima kepada Bisnis, Selasa (20/9/2022).
Dia menilai bahwa pemberian subsidi mungkin masih cukup layak bagi motor listrik, karena masyarakat banyak menggunakan kendaraan roda dua. Namun, subsidi itu jangan semata-mata berlaku bagi pembelian unit baru karena tidak akan menyelesaikan masalah lainnya, seperti kemacetan akibat jumlah kendaraan yang terlalu banyak.
Bhima menyarankan agar subsidi berlaku dalam mekanisme penukaran unit motor berbahan bakar minyak dengan unit motor listrik, atau bisa berupa konversi mesin konvensional dengan mesin listrik. Pemerintah dapat menanggung selisih biaya itu melalui subsidi dan bisa terdapat kontrol sehingga subsidi lebih tepat sasaran.
"Itu ada contohnya, salah satunya di Prancis. Namun, kalau di Prancis dia menukar mobil dengan motor listrik. Kita bisa mengadopsi itu, jadi selisihnya dibayar oleh negara," kata Bhima.
Pengalihan subsidi energi yang ada saat ini pun dapat lebih optimal jika orientasinya untuk transportasi umum. Menurut Bhima, pemerintah dapat mengalihkan anggaran subsidi energi untuk menambah moda transportasi umum berbasis listrik, sehingga jumlah dan jangkauannya lebih luas, bukan hanya di kota-kota besar.
"Itu [untuk transportasi umum] subsidinya bisa diperbesar, sehingga di kota-kota dan daerah banyak angkutan umum yang berubah dari berbasis BBM menjadi listrik," ujar Bhima.
Sebelumnya, Direktur Utama Indonesia Battery Corp (IBC) Toto Nugrhoho meminta dukungan Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk mengalihkan subsidi energi berbasis fosil untuk pengadaan baterai kendaraan listrik di tingkat konsumen. Menurutnya, hal itu dapat meningkatkan infrastruktur dan pembelian kendaraan listrik, serta menunjang industri baterai dalam negeri.
"Bagaimana subsidi-subsidi yang sekarang untuk impor BBM sebenarnya di negara lain diarahkan untuk mempercepat kendaraan listrik. Itu salah satu tantangan ke depan yang cukup signifikan," ujar Toto dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi VII DPR, Senin (19/9/2022).
Menurut Toto, manuver sejumlah negara yang mulai mengalihkan subsidi energi ke baterai dan kendaraan listrik ikut mengerek tingkat pembelian kendaraan tersebut.
"Ke depan kami bisa dibantu Komisi VII untuk bagaimana beberapa aspek subsidi energi yang dahulu dilakukan ini juga bisa dilakukan subsidi baterai, sehingga masyarakat bisa mengadopsi baterai untuk roda dua dan empat," ungkap Toto.