Bisnis.com, JAKARTA - Pimpinan Dewan yang juga merangkap sebagai Menteri Keuangan kedua di Singapura, Indranee Thurai Rajah, mengungkapkan bahwa sebanyak S$72,3 miliar atau Rp769,5 triliun telah dihabiskan selama dua tahun anggaran (TA) terakhir untuk memerangi pandemi Covid-19.
Dilansir dari Channel News Asia pada Selasa (13/9/2022), sejumlah S$13,4 miliar di antaranya digunakan untuk kegiatan kesehatan masyarakat, S$50,6 miliar untuk langkah-langkah dukungan bagi pekerja dan pelaku bisnis, serta S$8,3 miliar untuk rumah tangga langsung dan dukungan sosial.
Rajah mengatakan total pengeluaran tersebut lebih rendah dari jumlah yang dijanjikan oleh pemerintah.
"Total pengeluaran lebih rendah dari jumlah awal sebesar S$100 miliar yang dijanjikan Pemerintah," kata Rajah.
Dia pun menjelaskan alasan pengeluaran yang lebih rendah, yaitu karena pemerintah Singapura telah menyisihkan modal pinjaman di TA2020 untuk mengantisipasi pasar kredit yang ketat.
Namun, hal itu pada akhirnya tidak diperlukan karena, “Otoritas Moneter Singapura (MAS) meluncurkan fasilitas dolar Singapura untuk memberikan modal dengan bunga rendah kepada lembaga keuangan yang berpartisipasi," ungkapnya.
Baca Juga
Kemudian, karena sumber daya yang dialokasikan untuk kapasitas kesehatan masyarakat demi mengatasi skenario penurunan potensial.
Namun, anggaran juga tidak sepenuhnya dimanfaatkan karena langkah-langkah manajemen yang aman dan kerja sama dari Singapura telah membantu mencegah penurunan kesehatan masyarakat yang parah.
Akan tetapi, penurunan penggunaan dana ini diimbangi oleh berbagai paket dukungan yang diperkenalkan selama fase peringatan dan stabilisasi yang meningkat dari Mei hingga November 2021 ketika kasus infeksi melonjak.
Oleh karenanya, sejak awal tahun 2022, Kementerian Keuangan Singapura telah menginisiasi kajian pengendalian terkait pengadaan dan pengeluaran Covid-19.
“Instansi masing-masing sedang melakukan audit terhadap pengadaan dan pengeluaran terkait pandemi Covid-19 untuk memastikan transaksi yang bonafide, dan tidak ada pembayaran yang salah,” kata Rajah.
Laporan terbaru dari Kantor Auditor Jenderal (Kejagung) menyoroti pengawasan dan pemeriksaan yang tidak memadai atas pengadaan dan pengeluaran terkait pandemi oleh Kementerian Tenaga Kerja, Badan Promosi Kesehatan, dan Otoritas Pertanahan Singapura.
"Kemenkeu sedang meninjau pedoman kami tentang pengadaan, manajemen kontrak, dan pembayaran untuk memastikan langkah-langkah pengendalian kami sesuai untuk keadaan darurat di masa depan,” tegas Rajah kepada DPR.
Rajah pun secara gamblang menyatakan Kemenkeu akan mengeluarkan nasihat kepada lembaga-lembaga untuk mengadopsi praktik yang baik dan meminimalkan risiko keuangan selama keadaan darurat.
Ini termasuk mengadopsi sistem kelayakan, seperti verifikasi data di sumbernya untuk mengurangi risiko kesalahan dalam pemrosesan manual, dan memastikan dokumentasi yang tepat dari keputusan kunci.