Bisnis.com, JAKARTA — Peningkatan konsumsi masyarakat dan penguatan nilai tukar rupiah menjadi kunci agar kemampuan pemerintah dalam memungut pajak atas konsumsi masyarakat, yang tercermin dari value added tax gross collection ratio, tidak kunjung melemah.
Berdasarkan perhitungan Bisnis, daya pungut Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang tecermin dalam VAT gross collection ratio pada kuartal II/2022 hanya 61,29 persen. Angka itu terjun dibandingkan dengan kuartal I/2022, yakni 85,99 persen.
Tarif PPN menjadi salah satu komponen dalam perhitungan VAT gross collection ratio. Daya pungut yang melemah itu terjadi setelah kenaikan tarif PPN menjadi 11 persen, yang berlaku mulai 1 April 2022.
Pengajar Ilmu Administrasi Fiskal Universitas Indonesia Prianto Budi Saptono menilai bahwa pemerintah perlu memperkuat tingkat konsumsi masyarakat agar VAT gross collection ratio kembali melejit. Pasalnya, konsumsi masyarakat menjadi penentu dalam capaian penerimaan PPN.
"Untuk meningkatkan penerimaan PPN dan gross collection ratio, pemerintah harus melakukan minimal dua cara. Pertama, roda perekonomian harus lebih digerakkan agar basis PPN berupa konsumsi dalam negeri meningkat," ujar Prianto kepada Bisnis, Senin (12/9/2022).
Kedua, menurutnya, pemerintah harus menjaga stabilitas nilai tukar rupiah agar impor meningkat. Pelemahan nilai tukar rupiah dapat menyebabkan penurunan impor barang, yang tercermin dari capaian PPN Impor.
Baca Juga
Selain itu, adanya berbagai fasilitas pembebasan PPN atau PPN ditanggung pemerintah berpengaruh terhadap rendahnya VAT gross collection ratio. Pemerintah dapat mengurangi berbagai fasilitas ketika kondisi ekonomi sudah stabil, sehingga penerimaan pajak bisa lebih optimal.
“Kenaikan tarif PPN dari 10 persen menjadi 11 persen belum mampu meningkatkan rasio VAT gross collection ratio, meskipun secara nominal ada penambahan penerimaan PPN,” ujarnya.