Bisnis.com, JAKARTA- Pegembang rumah subsidi masih terus menantikan kebijakan perpanjang insentif Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah (PPN DTP). Sebab, kebijakan tersebut akan segera berakhir pada akhir September 2022.
Wakil Ketua Umum Dewan Pengurus Pusat Real Estat Indonesia (REI) Hari Gani mengatakan pihaknya telah mengajukan perpanjangan insentif PPN DTP minimal hingga akhir Desember nanti. Namun, sampai saat ini belum ada sinyal persetujuan terkait usulan tersebut.
"Belum ada ya sampai hari ini. Bahkan, bukan hanya REI tapi KADIN sampai Apindo itu ingin bertemu kembali dengan pemerintah untuk mempertanyakan perpanjanagan PPN DTP dalam waktu dekat ini, karena sampai saat ini belum ada sinyal," kata Hari saat dihubungi Bisnis, Senin (5/8/2022).
Usulan perpanjangan insentif tersebut telah lama disampaikan kepada pemerintah. Urgensi perpanjangan PPN DTP begitu dinantikan sebab kondisi ekonomi makro saat ini sudah sangat menekan sektor properti.
Yang terbaru yaitu kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) yang akan berdampak pada kenaikan production cost hingga transportasi. Hari menegaskan dalam hal ini yang paling terdampak adalah sektor rumah subsidi.
"Yang paling berdampak kenaikan bbm itu adalah di sektor rumah subsidi karena mereka marginnya tipis sekali sementara harga [rumah subsidi] mereka 3 tahun gak naik," jelasnya.
Baca Juga
Pengembang rumah subsidi saat ini ditekan oleh berbagai kendala mulai dari inflasi, kenaikan harga bahan baku material, hingga ancaman dampak kenaikan BBM pada ongkos produksi. Namun, harga rumah subsidi sendiri belum mendapat penyesuaian dari pemerintah selama 3 tahun.
Lebih lanjut, Hari bercerita terkait pemantauannya selama beberapa minggu terakhir ke beberapa daerah. Sebagian besar pengembang rumah subsidi sudah 'teriak' kesulitan dan menahan penjualan rumah karena ongkos produksi yang lebih mahal.
"Kalau kaya begini kan kondisinya serba salah, yang rugi ada dua bukan hanya pengembang yang gabisa dapat cash flow dan gabisa jualan karena marginnya terlalu tipis atau bahkan ga ada margin, tapi juga pembeli yang butuh sekali rumah," ungkap Hari.
Dia menuturkan, pembeli rumah subsidi rata-rata adalah end user yang ditargetkan untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). Jika dari pemerintah sendiri belum memberikan insentif maupun kebijakan penyesuaian harga, maka dua pihak ini yang akan sangat dirugikan.