Bisnis.com, JAKARTA - Kebijakan normalisasi truk berdimensi dan bermuatan lebih (over dimension over loading/ODOL) pada 2023 dikhawatirkan berdampak negatif terhadap pengusaha bermodal cekak.
Dalam penelitian terkait dengan kebijakan Zero ODOL pada Mei-Juli 2022, Institut Transportasi dan Logistik (ITL) Universitas Trisakti menemukan bahwa pemilik kendaraan yang menjadi responden survei sebagian besar merupakan perseorangan alias pribadi, bukan perusahaan bermodal besar.
"Jadi, adanya aturan [zero ODOL] ini berdampak pada kelanjutan bisnis mereka, ketika permodalan juga terbatas," tutur Peneliti ITL Universitas Trisakti Yuwono Dwisilo Sucipto pada konferensi pers, Selasa (23/8/2022).
Oleh sebab itu, Yuwono merekomendasikan agar pemerintah bisa mendukung upaya normalisasi dimensi truk.
Seperti diketahui, Kementerian Perhubungan (Kemenhub) mendorong normalisasi kendaraan yang melanggar aturan batas dimensi atau ukuran. Normalisasi dilakukan oleh perusahaan pemilik truk atau bengkel karoseri, dengan menyesuaikan aturan yang ada dan harus diproduksi sebelum 2019.
Sebelumnya Ditjen Perhubungan Darat Kemenhub sempat mencatat bahwa sudah ada 1.511 kendaran ODOL yang sudah dinormalisasi hingga 2021, terbanyak di Jawa Barat, Banten, dan Kalimantan Barat.
Baca Juga
Kendati demikian, hasil penelitian yang dilakukan oleh ITL Trisakti menunjukkan sebagian besar pengemudi dan pemilik truk, sampai dengan pemilik barang menyatakan keberatan terhadap kebijakan Zero ODOL 2023.
Alasannya, normalisasi ukuran dan volume barang yang bisa diangkut bisa mendorong naiknya tarif angkutan, dan akhirnya bisa mendorong harga barang.
"Dari hasil penelitian ini terhadap beberapa responden seperti operator, pemilik barang, dan pemilik kendaraan, intinya mereka belum siap kalau Zero ODOL 2023," terang Pengamat Transportasi dari Universitas Trisakti Suripno pada acara yang sama.
Adapun, penelitian kualitatif tersebut dilakukan terhadap 300 responden guna menganalisis dampak penerapan kebijakan Zero ODOL 2023 terhadap distribusi sembilan bahan pokok/sembako. Responden terdiri dari 100 pengemudi, 100 pemilik kendaraan, dan 100 pemilik barang/pengelola pasar.
Lokasi penelitian mencakup dua titik yakni Pasar Induk Kramatjati Jakarta dan Pasar Induk Modern Cikampek.