Bisnis.com, JAKARTA- Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ) menilai pemerintah daerah memiliki peran sentral dalam keberhasilan pengembangan wilayah berbasis transit dengan konsep transit oriented development (TOD). Menurut BPTJ, baru pemerintah DKI Jakarta yang relatif mampu mengelola kawasan TOD.
Direktur Prasarana BPTJ Kemenhub Jumardi mengatakan bahwa peran pemerintah daerah dalam pengembangan kawasan TOD akan lebih konkret apabila sudah memiliki pedoman Panduan Rancang Kota (PRK) atau Urban Design Guidelines bagi wilayah masing masing.
Sementara itu, belum semua pemerintah daerah di wilayah Jabodetabek yang saat ini sudah memiliki PRK dalam bentuk payung hukum yang kongkret.
"Baru Pemerintah DKI Jakarta yang relatif mampu berperan maksimal dalam pengelolaan TOD, karena mereka telah memiliki Panduan Rancang Kota dalam bentuk payung hukum yang jelas," kata Jumardi dikutip dari siaran pers, Selasa (9/8/2022).
Untuk itu, BPTJ mendorong pemerintah kabupaten/kota di wilayah Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi untuk segera menyusun pedoman PRK di wilayahnya masing masing. Langkah-langkah yang dilakukan BPTJ misalnya menyelenggarakan kegiatan FGD untuk meningkatkan pemahaman pemkot dan pemkab mengenai implementasi TOD.
Jumardi juga menambahkan bahwa TOD merupakan konsep penting dalam mengatasi permasalahan kemacetan di daerah perkotaan. Menurutnya, mengatasi kemacetan tidak hanya dilakukan dengan mendorong peralihan masyarakat ke angkutan umum massal tetapi juga dengan mengoptimalkan tata ruang secara efektif.
Baca Juga
"Transit itu berhubungan dengan angkutan umum dan development itu mengembangkan tata guna lahan," terang Jumardi.
Wilayah Jabodetabek yang sudah teraglomerasi, lanjutnya, akan menambah kemudahan bagi konsep TOD dalam menjadi salah satu
pendekatan mengatasi kemacetan. Jumardi menilai hal tersebut akan terwujud secara efektif apabila semua pemda menjalankan perannya secara maksimal.
Adapun, PRK merupakan perangkat yang menjembatani antara perencanaan kota dengan desain arsitektur dalam pembangunan fisik bagian-bagian kota yang terintegrasi dengan sistem transportasi perkotaan.
Selain komponen fisik, Jumardi mengatakan sejumlah aspek lain yang dipertimbangkan yakni ekonomi, sosial-budaya, dan
lingkungan. Pada PRK, terdapat uraian teknis secara rinci tentang kriteria, ketentuan, persyaratan, dan standar tentang bagaimana pembangunan dilakukan baik menyangkut fisik bangunan, prasarana dan fasilitas umum, fasilitas sosial, utilitas serta sarana lingkungan.
Apabila dirunut dari acuan yang lebih makro, imbuh Jumardi, maka PRK merupakan penjabaran yang lebih operasional dari ketentuan peraturan perundangan menyangkut tata ruang. Sehingga, UU mengenai Tata Ruang tidak bisa langsung diimpelementasikan.
"Untuk itu, dibuatlah PRK untuk mengatur dengan sangat detail kawasan TOD dan daerah dalam radius 500 meter di sekitarnya," tutup Jumardi.