Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Gawat! 100 Tahun Usia Indonesia, Gandum Bakal Geser Beras

Banjir impor gandum dikhawatirkan akan mengikis keberadaan konsumsi beras, terlebih lagi tingkat produksi bahan pangan pokok itupun terus menciut.
Ilustrasi ladang gandum/World Economic Forum
Ilustrasi ladang gandum/World Economic Forum

Bisnis.com, JAKARTA- Pada 2045 atau pada hari jadinya ke-100, Indonesia diprediksi bakal mengganti 50 persen kebutuhan pokoknya dari beras menjadi gandum. Hal tersebut bukan tanpa alasan, sebabnya impor gandum selama 10 tahun terakhir melonjak pesat.

Ekonom pertanian IPB University Dwi Andreas Santosa mengatakan proporsi gandum yang hampir 0 persen pada 1970-an melonjak menjadi 18,3 persen pada 2010 dan kemudian 26,6 persen pada 2020.

“Bila kecenderungan ini terus terjadi maka pada 2045 lebih dari 50 persen kebutuhan pangan pokok kita sudah tergantikan gandum. Pada 2021 impor gandum sudah 11,7 juta ton dari 10,5 juta ton dari 2020. Ini yang harus jadi catatan,” ujar Dwi dalam diskusi virtual “Menangkis Ancaman Krisis Pangan Global", Selasa (9/8/2022).

Dia mengatakan, dalam kurun 10 tahun saja Impor gandum pertumbuhannya 16,5 persen sejak 2010. Padahal, peningkatan tersebut tidak dialami bahan pokok lain selain beras, seperti sorgum, jagung, ubi-ubian atau lainnya.

Lebih lanjut, Dwi mengungkapkan bahwa Indonesia terus mengalami penurunan ketahanan pangan menurut Global Food Security Indeks. Posisinya pun terus melorot, yakni dari posisi 65 pada 2020 dan 2021 Indonesia turun ke posisi 69.

“Nah yang harus ditekankan bersama pada 2020 hingga sekarang di isu Natural Resources and Resilience dimasukkan Indonesia berada di urutan terbawah atau 113 negara. Ini merupakan isu yang teramat penting, karena di isu tersebut menunjukkan kemampuan, kapasitas kita untuk memproduksi pangan di masa depan, daya pejal kita terhadap guncangan harga pangan dunia,” jelasnya.

Menurut dia, produksi padi Indonesia memang terlihat aman-aman saja karena dibuktikan sejak 3 tahun ini tidak impor beras medium. Meskipun beras lainnya atau beras khusus, Indonesia terus mengimpor dan peningkatannya yaitu pada 2019 sebesar 225.000 ribu ton dan pada 2021 sudah 408.000 ton.

Selain itu, Dwi juga menyoroti produksi beras dari tahun ke tahun terus menurun. Padahal, pada 2007 produksi beras Indonesia masih meningkat 4,7 persen kendati ada la nina. Begitu pun pada 2016 masih meningkat 9,6 persen.

“Sekarang akibat la nina tahun 2020 hanya naik 0,09 persen dan tahun 2021 turun 0,42 persen. Ini perlu menjadi catatan penting bersama,” imbuh Dwi.

Jika dihitung selama 20 tahun produksi beras Indonesia hanya meningkat 0,67 persen per tahunnya. Tidak seimbang dengan pertumbuhan jumlah penduduk yang mencapai 1,3-1,4 persen per tahun.

Dia mensinyalir, penurunan produk padi tersebut disebabkan penurunan di tingkat usaha tani. Alhasil petani tidak bergairah bercocok tanam meski cuaca relatif baik. “Ini harga gabah kering panen/GKP ini ada tren menurun menurut survei bulanan kami. Jangan -jangan petani mulai males nanam padi. Sehingga tidak bisa memanfaatkan iklim yang begitu bagus pada 2020, 2021 dan barangkali 2022 nanti,” jelas Dwi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Indra Gunawan
Editor : Kahfi
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper