Bisnis.com, JAKARTA — Laju inflasi di Amerika Serikat (AS) pada Juni 2022 tercatat pada level 9,1 persen secara tahunan, lebih tinggi dari perkiraan konsensus sebesar 8,8 persen.
Macro Equity Strategist Samuel Sekuritas Indonesia Lionel Priyadi mengatakan lonjakan inflasi yang masih berlangsung di AS tersebut menaikkan ekspektasi pasar terhadap kenaikan suku bunga The Fed bulan ini hingga 100 basis poin, dari sebelumnya 75 basis poin.
“Pasar juga memperkirakan puncak siklus kenaikan suku bunga The Fed akan terjadi November 2022 dari sebelumnya Februari 2023, berdasarkan Fedwatch CME Group,” katanya dalam keterangan resmi, Kamis (14/7/2022).
Menurutnya, dengan perkembangan ekonomi tersebut, resesi di AS diperkirakan berlangsung lebih cepat, yaitu pada kuartal II/2022.
Lionel menyampaikan imbal hasil US Treasury 10 tahun tadi malam hanya turun tipis hampir 4 basis poin menjadi 2,93 persen. Investor di AS diperkirakan telah mengalihkan strategi investasi mereka dari shorting saham menjadi shorting komoditas dan membeli obligasi.
Sementara itu, aksi jual saham oleh investor masih terus dilakukan di negara berkembang, tak terkecuali di Indonesia.
Baca Juga
“Kami memperkirakan pergerakan pasar negara berkembang dan Asia Tenggara akan tertinggal dari pasar AS setidaknya selama 1 kuartal,” jelasnya.
Di pasar dalam negeri, Lionel mengatakan obligasi masih menguat pada Rabu (13/7/2022), sementara saham berlanjut melemah.
Dia memperkirakan pasar Indonesia saat ini akan menghadapi kenaikan suku bunga BI yang lebih tinggi. yaitu sebesar 50 basis poin di bulan ini.
"Jika BI tidak mengambil respons yang cepat, nilai tukar rupiah akan berlanjut melemah dan berpotensi mencapai level Rp15.500 per dolar AS," imbuhnya.