Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Operasional Molor hingga Biaya Membengkak, Ini Deretan Fakta LRT Jabodebek

Deretan fakta LRT Jabodebek mulai dari operasional yang molor hingga biaya yang membengkak.
PT Kereta Api Indonesia (Persero) menargetkan Light Rail Transit (LRT) Jabodebek dapat beroperasi pada pertengahan tahun 2022. Kehadiran LRT Jabodebek diharapkan mampu melayani kebutuhan transportasi masyarakat di wilayah Ibu Kota dan sekitarnya. /Antara-PT KAI
PT Kereta Api Indonesia (Persero) menargetkan Light Rail Transit (LRT) Jabodebek dapat beroperasi pada pertengahan tahun 2022. Kehadiran LRT Jabodebek diharapkan mampu melayani kebutuhan transportasi masyarakat di wilayah Ibu Kota dan sekitarnya. /Antara-PT KAI

Pendanaan bermasalah

  • Pendanaan bermasalah

Direktur Utama PT KAI Didiek Hartantyo menilai proyek LRT itu sudah aneh sedari awal karena penugasan pembayaran dibebankan melalui KAI untuk pembangunan sarana sekaligus infrastrukturnya.

"Proyek ini agak aneh [karena] pemilik proyek Kementerian Perhubungan, kontraktornya Adhi Karya, dan di Perpres 49 [2017] PT KAI sebagai pembayar. Jadi kalau dibuka anatomi Perpres 49 itu memang ini sesuatu yang tidak wajar sebetulnya," terangnya saat Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi V DPR, Rabu (6/7/2022).

Berdasarkan catatan Bisnis, KAI telah mendapatkan total dukungan PMN [Penyertaan Modal Negara] sekitar Rp10 triliun untuk membiayai proyek LRT Jabodebek. Sisanya sekitar Rp20 triliun dibayar melalui kredit sindikasi 15 bank yang dibayarkan oleh KAI dengan jaminan pemerintah.

"Kami berutang itu Rp20 triliun sendiri. Jadi, bagaimana kami mengembalikan utang kalau tidak ditopang oleh PSO [public service obligation] untuk pengambilan infrastruktur [LRT]. Ini desainnya sudah tidak benar dari awal," ucap Didiek yang sebelumnya puluhan tahun berkarier sebagai bankir.

Didiek menceritakan riwayat proyek LRT sejak 2015. Proyek tersebut akhirnya diberi landasan hukum saat diterbitkannya Perpres No.49/2017 pada Mei, lima tahun yang lalu.

Namun, hingga 2017, proyek tersebut terkendala kesulitan soal penagihan ongkos pembangunan karena kontraktor BUMN saat itu belum berkontrak dengan pemerintah, dalam hal ini Kementerian Perhubungan.

Di sisi lain, Menteri Keuangan saat itu, kata Didiek, menyampaikan bahwa negara belum sanggup untuk mengeluarkan dana sebesar Rp29,9 triliun untuk proyek LRT. Akhirnya, pemerintah disebut memberikan dukungan dengan skema cicilan.

Akan tetapi, Didiek menilai hal tersebut juga belum sesuai dengan business model yang diatur oleh Perpres. Berdasarkan Perpres 49/2017, KAI ditugaskan sebagai penyelenggara pengoperasian, perawatan, serta pengusahaan proyek infrastruktur dan sarana LRT yang dijadikan satu proyek.

"Jadi, inilah LRT menjadi bagian dari PT Kereta Api Indonesia, dan ini akan menjadi beban," tuturnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Dany Saputra
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper