Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Tenang! Penerapan Cukai BBM, Detergen, & Ban Karet Masih 5 Tahun Lagi

Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Febrio Nathan Kacaribu mengatakan cukai untuk BBM, ban karet, dan detergen merupakan rencana dalam konteks jangka panjang.
Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Febrio Kacariburn
Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Febrio Kacariburn

Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Keuangan mengungkapkan bahwa pengenaan cukai untuk BBM, ban karet, dan detergen merupakan rencana dalam konteks jangka panjang atau tidak akan berlaku dalam waktu dekat.

Namun, kajiannya dilakukan sejak saat ini bersamaan dengan berbagai langkah perluasan barang kena pajak atau ekstenfikasi lainnya.

Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Febrio Nathan Kacaribu menyebut tengah mengkaji perluasan pengenaan cukai untuk bahan bakar minyak (BBM), ban karet, hingga detergen di sela-sela rapat panitia kerja (Panja) asumsi dasar, kebijakan fiskal, pendapatan, defisit, dan pembiayaan RAPBN Tahun Anggaran 2023. Barang konsumsi harian ini diperkirakan mulai ditarik tarif cukai dalam 5 tahun ke depan.

"Jadi, ini adalah dalam konteks kami menimbang-nimbang kiri dan kanan, tetapi tentunya ini dalam, ya... 5 tahun ke depan, jangka menengah, jangka panjang. Jadi kami siapkan," ujar Febrio pada Senin (13/6/2022).

Pengenaan cukai bertujuan untuk mengendalikan konsumsi masyarakat terhadap barang-barang tertentu yang memiliki eksternalitas. Misalnya, saat ini berlaku pengenaan cukai untuk produk hasil tembakau dan minuman beralkohol karena dinilai berpengaruh terhadap kesehatan.

Febrio menyebut bahwa pengenaan cukai untuk BBM, ban karet, dan detergen pun memiliki alasan serupa. Pembatasan konsumsi bertujuan untuk menekan dampak lingkungan dari produksi dan konsumsi barang-barang tersebut—alasan yang juga berlaku bagi rencana pengenaan cukai plastik.

Direktur Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira menyampaikan, ada tiga hal yang menjadi perhatian sebelum pemerintah mulai memperluas pengenaan cukai untuk Bahan Bakar Minyak (BBM), ban karet hingga detergen.

Pertama, pemerintah harus mendorong alternatif. Menurutnya, jika pemerintah ingin masyarakat mengurangi konsumsi BBM, maka perlu dipersiapkan alternatif, yaitu energi listrik yang jauh lebih rendah emisi karbonnya.

"Kendaraan listriknya berarti harus masif, charging station juga harus tersedia karena kalau konsekuensi adanya cukai, orang harus beralih perilaku konsumsinya ke barang lainnya. Alternatif inilah yang harus disiapkan," kata Bhima kepada Bisnis, Senin (13/6/2022).

Kedua adalah faktor momentum. Jika tambahan tarif cukai untuk BBM diterapkan di tengah harga minyak mentah yang melambung tinggi, Bhima menilai momentumnya kurang tepat. Namun jika penggunaan cukai diterapkan ketika harga minyak tengah mengalami penurunan, ini mungkin dapat menjadi momentum yang tepat.

Selain itu, penggunaan cukai dapat diterapkan setelah daya beli masyarakat kembali pulih. Apabila barang tersebut dikenakan cukai, kata Bhima, bisa dimulai pada BBM jenis Dex, Pertamax Turbo, kemudian pada BBM jenis lainnya.

"Ketiga, ear marking harus diperjelas, dipersiapkan," ujarnya.

Bhima memberi contoh dana pungutan cukai akan digunakan untuk hal yang spesifik. Apakah mau digunakan untuk insentif energi baru terbarukan (EBT). Pasalnya, kata dia, tujuan utama cukai adalah untuk mengalihkan konsumsi masyarakat ke barang atau jasa yang jauh lebih bermanfaat bagi lingkungan hidup dan kesehatan.

"Jadi kalau barangnya apa, jadi bisa dikomunikasikan dengan pelaku industri, bagaimana agar tidak menimbulkan shock berlebihan walaupun tujuannya positif," jelasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper