Bisnis.com, JAKARTA - Deputi III Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Panutan Sulendrakusuma menekankan pentingnya pembentukan gugus tugas pencegahan penyalahgunaan korporasi untuk kejahatan ekonomi.
Dia mengatakan bahwa pembentukan gugus tugas tersebut menjadi penting untuk mendorong percepatan Indonesia menjadi anggota Financial Action Task Force (FATF). FATF sendiri adalah sebuah lembaga yang membuat standard internasional dalam bentuk peraturan setingkat undang-undang terkait pencucian uang, pendanaan terorisme, dan kejahatan ekonomi lainnya.
Panutan menegaskan, keanggotaan FATF adalah arahan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Pasalnya, Indonesia merupakan satu-satunya negara G-20 yang belum menjadi anggota FATF.
Panutan juga membeberkan sejumlah manfaat jika Indonesia telah menjadi anggota FATF diantaranya bisa lebih diterima dalam dunia bisnis internasional, kerja sama dalam memerangi mekanisme pencucian uang, pendanaan terorisme, dan dapat ikut menentukan standard global dengan konteks negara berkembang.
"Untuk menjadi anggota FATF, Indonesia harus memiliki integritas keuangan nasional yang kuat. Untuk itu butuh tim penilai risiko di tingkat sektoral, agar korporasi tidak disalahgunakan untuk kejahatan ekonomi," kata Panutan melalui keterangan resmi, Minggu (12/6/2022).
Menurutnya, penilaian risiko di tingkat sektoral korporasi atau Sectoral Risk Assessment (SRA) korporasi, dapat dijadikan pedoman bagi regulator dalam melaksanakan pengawasan berbasis risiko (risk based supervision/RBS), dan pedoman bagi aparat penegak hukum menangani kejahatan ekonomi berbasis risiko (risk based investigation/RBI).
Baca Juga
"Ini juga bisa berlaku bagi industri keuangan bank dan nonbank serta pihak pelapor lainnya dalam mendeteksi dini TPPU [Tindak Pidana Pencucian Uang], TPPT [Tindak Pidana Pendanaan Terorisme], serta kejahatan ekonomi lainnya," jelasnya.
Lebih lanjut, Panutan mengungkapkan bahwa berdasarkan verifikasi lapangan terkait Penilaian Risiko di tingkat Nasional atau National Risk Assessment (NRA) 2021, masih dijumpai kendala-kendala untuk menuju keanggotaan FATF. Salah satunya, sambungnya, belum adanya Penilaian Risiko di tingkat Sektoral terkait Korporasi.
Atas dasar itu, Kantor Staf Presiden menginisiasi pembentukan gugus tugas SRA korporasi bersama kementerian/lembaga terkait.
"Semua kementerian dan lembaga sepakat demi tercapainya integritas keuangan nasional yang kuat dan keanggotaan Indonesia di FATF. Gugus Tugas percepatan penyusunan SRA korporasi ini dikomandoi secara trilateral oleh Kemenkumham, PPATK dan OJK dan dikawal secara intensif oleh KSP," ungkap Panutan.
Sekadar informasi, untuk menjadi anggota FATF, Indonesia harus lolos penilaian Mutual Evaluation Refiew (MER) oleh tim asesor FATF pada Juli 2022.
Kesuksesan Indonesia dalam MER FATF membutuhkan peningkatan kepatuhan Indonesia terhadap Rekomendasi FATF yang meliputi berbagai bidang dalam program Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme (APU PPT), termasuk perkembangan teknologi baru.