Bisnis.com, JAKARTA - Indonesia Shipping Agency Association (ISAA) mengklarifikasi persoalan pembatasan waktu pengambilan delivery order (DO) yang dilakukan oleh sejumlah agen pelayaran asing.
"Saya masih klarifikasi tapi kelihatannya hanya sebagian perusahaan pelayaran asing dan keagenan kapal asing yang membatasi waktu pengambilan DO," ujar Ketua ISAA Reinhard ketika dikonfirmasi Bisnis, pada Kamis (9/6/2022).
Adapun, pelaku usaha di pelabuhan Tanjung Priok mengeluhkan adanya pembatasan waktu dalam proses pengambilan dokumen delivery order (DO) di perusahaan pelayaran asing atau agen kapal pengangkut impor.
Wakil Ketua Umum Bidang Logistik, Transportasi dan Kepelabuhanan Kadin DKI Jakarta Widijanto menjelaskan waktu proses dan pengambilan DO di kantor Pelayaran atau agennya dibatasi yakni ada jam tertentu. Faktanya, kata dia, kerapkali barang impor sudah dinyatakan SPPB (clearance) oleh Bea dan Cukai.
"Tetapi akibat DO-nya belum selesai proses maka barang impor tidak bisa langsung di keluarkan dari terminal pelabuhan. Kondisi ini menyebabkan biaya tinggi logistik di Priok," ujarnya melalui keterangan resmi, Rabu (8/6/2022).
Disisi lain, kinerja Bea dan Cukai Pelabuhan Tanjung Priok dinilai sudah cepat dalam merespons (clearance) dokumen surat perintah pengeluaran barang (SPPB) impor.
Baca Juga
Kendati demikian, menurut Widijanto, tidak semua pelayaran asing yang menerapkan waktu tertentu untuk proses pengambilan DO tersebut.
Dia mencatat hanya ada beberapa pelayaran saja yang mulai menerapkan batas waktu seperti itu dalam proses DO. Ada juga pelayaran yang justru cepat dalam proses dokumen DO tersebut.
Selain persoalan DO tersebut, lanjutnya, biaya tinggi logistik juga masih dirasakan pelaku importasi di pelabuhan Tanjung Priok saat pemulangan peti kemas eks impor di fasilitas depo kosong (empty) di luar pelabuhan Tanjung Priok.
Belum lagi, pemilik barang maupun PPJK yang mewakilinya terkendala lamanya waktu proses keluarnya dokumen kelengkapan faktur pajak dari depo sebagai prasyarat pengajuan tagihan (invoice) ke pemilik barang, sehingga arus kas usaha PPJK terganggu.
“Pasalnya tidak ada standar tarif layanan Lift Off di depo peti kemas kosong di luar pelabuhan tersebut,” katanya.
Oleh karena itu, Widijanto juga mendesak agar regulator/instansi yang memberikan izin usaha depo peti kemas kosong itu dapat melakukan evaluasi dan penertiban terhadap usaha dan operasional depo supaya biaya logistik nasional tidak terus menerus melambung.