Bisnis.com, JAKARTA - Kementerian Perhubungan (Kemenhub) diminta untuk mengatasi peningkatan harga tiket pesawat yang terjadi belakangan ini. Peningkatan tarif tidak terlepas dari sejumlah faktor misalnya kondisi harga avtur yang tinggi.
Anggota Komisi V DPR RI Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Sigit Sosiantomo mengatakan bahwa banyak masyarakat yang mengeluhkan kondisi tarif tiket pesawat saat ini. Pemerintah dinilai harus bertindak kendati kondisi penyebab kenaikan harga tidak bisa dihindari.
"Memang ini tidak bisa dihindari karena terkait kenaikan harga avtur yang menjadi komponen penting penentu tarif. Tapi, sebagai regulator Kemenhub tidak bisa diam saja dan harus buat kebijakan solutif," kata Sigit dalam keterangan resmi, Rabu (8/6/2022).
Selain itu, Sigit meminta agar Kemenhub sebagai pihak regulator untuk bisa mengawasi penerapan Tarif Batas Atas (TBA). Dia mewanti-wanti agar maskapai tidak menerapkan tarif melampaui TBA.
Dampak dari kenaikan tarif tiket pesawat, lanjut Sigit, dikhawatirkan bisa berdampak pada sektor transportasi udara. Tidak hanya itu, industri pariwisata dan juga perhoteln dikahwatirkan ikut terimbas.
"Saat ini sektor transportasi mulai bangkit setelah terpuruk dua tahun karena pandemi. Jangan sampai, terkonstraksi lagi karena karena tarif yang terlalu tinggi sehingga minat untuk masyarakat untuk melakukan perjalanan jadi menurun lagi karena cost yang dikeluarkan mahal sekali," jelas dia.
Baca Juga
Menurut Ketua Umum DPP Asosiasi Travel Agent Indonesia (Astindo) Pauline Suharno, kondisi kenaikan tarif penerbangan yang cukup tinggi dibarengi dengan permintaan yang cukup tinggi juga dari konsumen. Apalagi, saat ini aturan dan syarat perjalanan semakin longgar seperti penghapusan kewajiban tes Covid-19 bagi yang minimal sudah divaksin dosis lengkap (kedua).
Adapun, beberapa faktor yang dinilai menjadi pemicu kenaikan tarif tiket pesawat saat ini yakni kenaikan bahan bakar pesawat yakni avtur. Hal tersebut sejalan dengan kenaikan harga energi dunia sebagai dampak dari perang Rusia-Ukraina yang sudah berkecamuk kurang lebih tiga bulan lamanya.
"[Penyebebabnya] kenaikan avtur, kurangnya frekuensi penerbangan, demand lebih tinggi daripada supply," tutur dia.