Bisnis.com, JAKARTA — Setoran penerimaan negara bukan pajak (PNBP) dari layanan Kementerian Perhubungan (Kemenhub) diprediksi bakal susut 15,3% secara tahunan pada 2026 karena sejumlah alasan. Salah satunya adalah imbas potensi penurunan dari layanan penerbitan Sertifikat Registrasi Uji Tipe (SRUT).
Direktur Sarana dan Keselamatan Transportasi Jalan Direktorat Jenderal Hubungan Darat (Ditjen Hubdat) Yusuf Nugroho menyampaikan bahwa penurunan target layanan tersebut pada tahun depan sebagai imbas dari menurunnya daya beli masyarakat terhadap kendaraan bermotor.
Selain itu, adanya pembatasan jumlah kuota impor dari negara asal, adanya keterbatasan kapasitas produksi oleh agen pemegang merek (APM), serta kondisi ekonomi dan perubahan perilaku masyarakat yang memicu pengeluaran prioritas utama sehingga membutuhkan waktu untuk mengonsumsi barang kebutuhan tersier seperti mobil.
“Harga tinggi pada sejumlah mobil sehingga kemungkinan mempengaruhi keputusan pembelian, calon pembeli memerlukan waktu untuk merencanakan ulang dana mereka,” ujarnya kepada Bisnis, dikutip pada Rabu (20/8/2025).
Dalam Buku II Nota Keuangan beserta RAPBN 2026, PNBP Kemenhub ditargetkan senilai Rp8,9 triliun atau 15,3% lebih rendah dari outlook 2025 yang mencapai Rp10,5 triliun—stagnan dari 2024.
Padahal, dari enam K/L dengan layanan utama, sumber penerimaan dari Kemenhub menjadi ketiga terbesar selain Kepolisian RI dan Kementerian Komunikasi dan Digital.
Terpisah, Kepala Biro Komunikasi dan Informasi Publik Ernita Titis Dewi menjelaskan bahwa target PNPB 2026 pada dasarnya senilai Rp11,32 triliun yang terdiri dari PNBP senilai Rp8,9 triliun dan BLU senilai Rp2,5 triliun.
Sementara target 2025 senilai Rp11,23 triliun yang terdiri dari PNBP senilai Rp9 triliun dan BLU Rp2,23 triliun. Secara keseluruhan target TA 2026 lebih besar dibandingkan dengan target TA 2025.
"Untuk outlook penerimaan PNPB TA 2025 lebih besar dikarenakan terdapat beberapa potensi penerimaan yang tertunda dari tahun sebelumnya, yang mana direncanakan akan dibayarkan pada tahun 2025. Sehingga membuat outlook penerimaan PNBP TA 2025 terlihat lebih tinggi," ujarnya kepada Bisnis.
Sedangkan untuk 2026 target penerimaan PNBP lebih kecil dikarenakan terdapat beberapa hal yang menjadi pertimbangan, selain menurunnya potensi penerimaan dari layanan penerbitan SRUT.
Misalnya, terdapat beberapa layanan yang sudah tidak dilayani karena sudah dilimpahkan ke pemerintah daerah, yakni buy the service/BTS.
Selain itu, juga diberlakukannya Implementasi Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah di mana layanan uji berkala menjadi gratis atau tidak berbayar, serta pelaksanaan P3D pelabuhan lokal regional ke pemda.
Sebelumnya, pemerintah melalui Buku II Nota Keuangan dan RAPBN 2026 menyampaikan bahwa penurunan setoran kas negara tersebut sebagai efek dari menurunnya target PNBP dari layanan penerbitan Sertifikat Registrasi Uji Tipe (SRUT).
“Pengaruh animo masyarakat dan kondisi ekonomi serta akibat adanya pelaksanaan penyerahan Personel, Pendanaan, Sarana, dan Prasarana serta Dokumen [P3D] dari 444 pelabuhan Pengumpan Lokal [PL] dan Pengumpan Regional [PR] kepada Penda sehingga berdampak pada 185 Satker PNBP di lingkungan Direktorat Jenderal Perhubungan Laut,” tulis pemerintah dalam dokumen tersebut.
Adapun untuk mengoptimalkan PNBP Lainnya dari Kemenhub yaitu dilakukan melalui peningkatan layanan dan tata kelola, serta optimalisasi potensi PNBP, seperti peningkatan layanan melalui peningkatan inovasi dan kualitas layanan PNBP seperti jasa kepelabuhan, jasa kebandarudaraan, jasa kenavigasian, jasa sertifikasi perkeretaapian, dan jasa sertifikasi kendaraan bermotor.
Kemudian simplifikasi layanan dan modernisasi proses bisnis dengan memandatkan TIK, serta keterlibatan Mitra Instansi Pengelola PNBP (MIP-PNBP) seperti MIP pada jasa layanan transportasi.
Pemerintah juga bakal mengoptimalkan potensi PNBP dengan menarik tarif baru atas layanan yang belum terpungut, seperti drone dan tarif volatil atau yang sifatnya mendesak. Selain itu, juga melakukan optimalisasi pemanfaatan aset atau barang milik negara (BMN) melalui sewa lahan, gedung, bangunan, sarana dan prasarana.