Bisnis.com, JAKARTA – Calon emiten pelat merah India Life Insurance Corporation of India mencatatkan nilai penawaran umum perdana atau initial public offerin (IPO) terbesar dalam sejarah India
Dilansir Bloomberg pada Jumat (13/5/2022), Life Insurance Corporation (LIC) mematok harga saham IPO di level 949 rupee per saham sehingga berpotensi meraih dana hingga 205,6 miliar rupee atau US$2,7 miliar. Nilai saham IPO ini merupakan batas atas dari harga penawaran yang berkisar 902 hingga 949 rupee.
Adapun perdagangan perdana di bursa India dijadwalkan pada 17 Mei mendatang.
LIC sempat dijuluki "Aramco dari India” karena mirip dengan IPO raksasa minyak Saudi Arabian Oil Co. senilai US$29,4 miliar pada 2019, yang mayoritas bergantung pada investor domestik. Investor asing menganggap saham LIC terlalu mahal.
Namun pada saat-saat terakhir, investor institusi asing meningkatkan tawaran di jam-jam terakhir sebelum penutupan masa penawaran awal minggu ini, sekaligus guna menghindari risiko mata uang dan ketidakpastian pasar global.
Selain memecahkan rekor India sebagai IPO terbesar di negara itu, penawaran LIC juga terbesar keempat di dunia tahun ini, menurut data yang dikumpulkan oleh Bloomberg. IPO LIC dilakukan di tengah perlambatan aktivitas pasar modal secara global karena perang di Ukraina memicu volatilitas pasar dan melemahkan selera investor.
Baca Juga
Ekspektasi IPO LIC yang semarak berkurang karena permintaan di pasar yang tidak diatur, di mana investor bertaruh pada keuntungan hari pencatatan, telah turun selama beberapa hari terakhir.
Investor ritel dan pemegang polis LIC menjadi yang paling antusias atas IPO LIC berkat diskon yang ditawarkan. Porsi yang disediakan untuk mereka telah habis seluruhnya beberapa hari sebelum penawaran ditutup.
Masa penawaran IPO LIC juga menarik investor dari Norwegia dan Singapura sementara investor asing lainnya masuk pada hari terakhir.
Secara keseluruhan, penawaran LIC mengalami kelebihan permintaan atau oversubscriber hampir tiga kali lipat. Dana hasil IPO akan membantu pemerintah menjembatani defisit anggaran yang diperkirakan akan melebar karena harga komoditas melonjak di seluruh dunia.