Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Cadangan Berlimpah, Ini Target Produksi Olahan Nikel Indonesia

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) optimistis dalam lima tahun ke depan produksi nikel dalam negeri bisa terus meningkat seiring dengan melimpahnya cadangan nikel.
Foto udara aktivitas bongkar muat nikel di areal pabrik milik PT Aneka Tambang Tbk. di Kecamatan Pomalaa, Kolaka, Sulawesi Tenggara, Senin (24/8/2020). PT Aneka Tambang Tbk. (Antam) mencatat pertumbuhan positif kinerja produksi unaudited komoditas feronikel pada periode triwulan ke-2 tahun 2020 sebesar 6.447 ton nikel dalam feronikel (TNi) atau naik sebesar dua persen dibandingkan kuartal sebelumnya. ANTARA FOTO/Jojon
Foto udara aktivitas bongkar muat nikel di areal pabrik milik PT Aneka Tambang Tbk. di Kecamatan Pomalaa, Kolaka, Sulawesi Tenggara, Senin (24/8/2020). PT Aneka Tambang Tbk. (Antam) mencatat pertumbuhan positif kinerja produksi unaudited komoditas feronikel pada periode triwulan ke-2 tahun 2020 sebesar 6.447 ton nikel dalam feronikel (TNi) atau naik sebesar dua persen dibandingkan kuartal sebelumnya. ANTARA FOTO/Jojon

Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menargetkan produksi olahan nikel tembus di angka 2,58 juta ton pada 2022. Target itu bakal ditopang lewat produksi Feronikel sebesar 1,66 juta ton, nickel pig iron 831.000 ton, dan nickel matte 82.900 ton.

Ekspektasinya, dalam lima tahun ke depan produksi nikel dalam negeri bisa terus meningkat seiring dengan melimpahnya cadangan nikel Indonesia.

Kementerian ESDM melaporkan umur cadangan bijih nikel Indonesia dapat mencapai 73 tahun untuk jenis bijih nikel kadar rendah di bawah 1,5 persen atau bijih nikel limonit. Asumsi umur cadangan tersebut berasal dari jumlah cadangan bijih nikel limonit mencapai 1,7 miliar ton dan kebutuhan kapasitas pengolahan di dalam negeri sebesar 24 juta ton per tahun.

Sementara untuk bijih nikel kadar tinggi di atas 1,5 persen atau nikel saprolit, umur cadangannya disebutkan hanya cukup untuk sekitar 27 tahun ke depan. Hitungan ini berdasarkan asumsi jumlah bijih saprolit sebesar 2,6 miliar ton dan kapasitas kebutuhan biji untuk smelter dalam negeri mencapai 95,5 juta ton per tahun.

“Saat ini sebagian besar konsumsi bijih laterit didominasi oleh bijih tipe saprolit kadar nikel tinggi untuk smelter RKEF yang memproduksi nikel kelas 2. Jumlah cadangan bijih tipe saprolit dengan kandungan nikel [Ni] lebih besar dari 1,7 persen dan Ni lebih besar dari 1,5 persen sebesar 1,76 miliar ton dan 2,75 miliar ton biji basah,” kata Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM Ridwan Djamaluddin melalui siaran pers, Kamis (12/5/2022).

Ridwan menambahkan cadangan bijih dengan kandungan Ni lebih besar dari 1,7 persen akan habis pada 2031 apabila tidak ada penambahan cadangan dan konsumsi biji mencapai tingkatan di mana semua smelter yang direncanakan telah terbangun dan seluruhnya beroperasi dengan kapasitas produksi 210 juta ton biji basah per tahun.

“Sementara jika digunakan bijih dengan kandungan Ni lebih besar dari 1,5 persen, maka cadangan bijih saprolit akan habis pada tahun 2036,” kata Ridwan.

Kementerian ESDM mencatat produksi olahan nikel Indonesia mencapai 2,47 juta ton pada 2021. Angka ini naik 2,17 persen dibanding 2020 yang sebesar 2,41 juta ton. Tren produksi olahan nikel di Indonesia mengalami pertumbuhan setiap tahunnya. Awalnya produksi olahan nikel hanya sebesar 927.900 ton pada 2018. Angka ini terus naik, salah satunya ditopang oleh produksi feronikel.

Di sisi lain, kinerja ekspor dan impor di Maret 2022 berhasil menembus rekor tertinggi sepanjang sejarah. Solidnya performa surplus Indonesia pada Maret 2022 ditopang oleh kinerja ekspor yang terus menguat di tengah peningkatan harga berbagai komoditas andalan yang cukup signifikan.

Tercatat pada Maret 2022, harga batu bara meningkat 49,91 persen (mtm), nikel tumbuh 41,26 persen (mtm), dan CPO naik 16,72 persen (mtm).

“Konsumsi bijih laterit tipe limonite kadar nikel rendah di Indonesia untuk pabrik HPAL yang memproduksi nikel kelas 1 masih relatif rendah. Jumlah cadangan bijih tipe saprolit dengan kandungan Ni lebih kecil dari 1,7 persen dan Ni lebih kecil dari 1,5 persen masing-masing sebesar 2,80 miliar ton dan 1,81 miliar ton biji basah,” kata dia.

Selain itu, dia mengatakan cadangan biji untuk kandungan Ni lebih rendah dari 1,5 persen masih dapat bertahan hingga 2025 jika semua pabrik HPAL yang direncanakan telah terbangun dan seluruhnya beroperasi dengan kapasitas produksi 58 juta ton biji basah per tahun.

“Ini mirip dengan apa yang terjadi dengan batu bara pada tahun 2000-an, di mana pertumbuhan produksi batu bara pada saat itu hanya sekitar 67 juta ton dan terus bertumbuh setiap tahunnya hingga pada 2019 mencapai sekitar 616 juta ton. Begitupun dengan nikel yang setiap tahunnya diprediksi akan terus terjadi pertumbuhan produksi seiring dengan makin meningkatnya produksi kendaraan listrik,” tuturnya.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper