Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Laporan THR dari Indonesia Tengah dan Timur Sedikit, Beneran Aman?

Kementerian Ketenagakerjaan mencatat dua provinsi terendah yang mengadu soal pembayaran THR 2022 yakni Papua dan Kalimantan Utara.
Pekerja menunjukkan uang Tunjangan Hari Raya (THR) Lebaran yang diterimanya di pabrik rokok PT Djarum, Kudus, Jawa Tengah, Selasa (12/5/2020). Sebanyak 48.118 pekerja rokok menerima uang THR Lebaran guna membantu pekerja dalam memenuhi kebutuhan keluarga selama bulan Ramadhan dan hari Lebaran./ANTARA FOTO-Yusuf Nugroho
Pekerja menunjukkan uang Tunjangan Hari Raya (THR) Lebaran yang diterimanya di pabrik rokok PT Djarum, Kudus, Jawa Tengah, Selasa (12/5/2020). Sebanyak 48.118 pekerja rokok menerima uang THR Lebaran guna membantu pekerja dalam memenuhi kebutuhan keluarga selama bulan Ramadhan dan hari Lebaran./ANTARA FOTO-Yusuf Nugroho

Bisnis.com, JAKARTA – Kementerian Ketenagakerjaan mencatat hingga 3 Mei 2022, Kalimantan Utara dan Papua menjadi yang paling sedikit mengadukan tunjangan hari raya (THR) dengan masing-masing sebanyak dua laporan.

Sekretaris Jenderal Kemenaker Anwar Sanusi nenambahkan DKI Jakarta dan Jawa Barat menjadi dua provinsi terbanyak yang melaporkan masalah pembayaran THR Keagamaan 2022.

“Provinsi terendah yang mengadu THR yakni  Papua dan Kalimantan Utara, yakni masing-masing hanya 2 laporan dengan pokok pengaduan THR tak dibayarkan dan THR tidak sesuai dengan ketentuan," kata Anwar dikutip dari keterangan resmi Biro Humas Kemenaker, Rabu (3/5/2022).

Sejauh ini, Kemenaker terus menindaklanjuti laporan dan akan menyelesaikan seluruh laporan yang masuk. Meski provinsi yang terletak di Indonesia Tengah dan Timur tersebut tercatat memiliki tingkat aduan pembayaran THR sedikit, bukan berarti penyaluran THR sudah berjalan lancar.

Konfederasi Serikat Pekerja Nasional (KSPN) mendapatkan laporan dari anggotanya di wilayah Sulawesi Tenggara bahwa masih ada keterlambatan pembayaran THR.

“Dari anggota KSPN yang melapor itu hanya dari perusahaan di Sulawesi Tenggara. Pas malam takbiran kami dapat informasi. Sebelumnya akan diberikan pas H-1 Lebaran, ternyata ditunggu sampai sore belum diterima,” ujar Presiden KSPN Ristadi, Minggu (8/5/2022).

Ristadi menyampaikan bahwa saat ini masalah tersebut sedang dalam proses mediasi bersama Dinas Ketenagakerjaan setempat. Ristadi yang juga anggota Pengawas Ketenagakerjaan Nasional melihat kasus di Sulawesi Tenggara tersebut ada dua kemungkinan. Pasalnya, perusahaan tidak memberikan THR kepada karyawan kontrak yang bekerja.

Berdasarkan PP Nomor 36 Tahun 2021 dan Permenaker No. 6/2016, pekerja/buruh dengan perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT) dan perjanjian kerja waktu tidak tertentu (PKWTT) berhak mendapatkan THR. Catatan, PKWT atau PKWTT tersebut mempunyai masa kerja satu bulan secara terus menerus atau lebih.

“Saya sih baik sangka dulu, sepertinya pemberi kerja ini tidak mengerti aturan, yang tidak mendapatkan THR ini kan merupakan pegawai kontrak. Mungkin yang dia pahami, karyawan kontrak itu tidak mendapat THR dan pesangon, itu baik sangka dulu,” ungkap Ristadi.

Kemungkinan lain, menurut Ristadi, pemberi kerja mengetahui aturan tersebut tetapi mencoba mengakali sehingga tidak membayar THR. Dia juga mengatakan bahwa kenyataannya di lapangan, Sulawesi Tenggara dalam penerapan normatif aturan ketenagakerjaan masih cukup terkendala.

“Pegawai pengawas [ketenagakerjaan] di sana itu sedikit, hanya 4 atau 5 orang. Masih sedikit pegawai pengawasnya. Memang tersentralisasi di pulau Jawa dan paling banyak di Jawa Barat sekitar 197 pengawas,” kata Ristadi.

Ristadi mengungkapkan rendahnya laporan dipengaruhi beberapa hal seperti kekurangan informasi, tidak ada kesadaran untuk melapor, bahkan ketakutan untuk melapor.

“Mau melapor juga percuma, karena tidak ada follow up dari Disnaker setempat. Malah kalau melapor itu justru yang didapat PHK. Jadi sudahlah malas juga sama ada ketakutan untuk melaporkan pelanggaran yang menimpa teman-teman di daerah Kalimantan, Sulawesi, termasuk juga di Papua,” jelas Ristadi.  

Sementara berdasarkan pantauan Anggota Ombudsman RI Robert Na Endi Jaweng mengatakan masih ada beberapa wilayah yang tidak membuka posko THR sehingga laporan yang diterima dari daerah-daerah tersebut menjadi terbatas.

“Hal ini terjadi karena masih ada wilayah yang tidak membuka posko THR, sehingga banyak yang kebingungan kemana mereka harus melaporkan. Tidak ada laporan bukan berarti tidak ada masalah,” ujar Robert, Minggu (8/5/2022).

Padahal, Posko THR menjadi penting untuk mempermudah penyelesaian masalah yang terjadi. Walau pun dapat melapor langsung ke Kemenaker, data yang masuk harus diolah dan akan kembali diberikan ke Disnaker setempat.

Ombudsman yang memiliki kantor perwakilan di 34 provinsi ini justru mendapat laporan THR di salah satu kantor perwakilan wilayah Indonesia Timur. Menurut Robert, di wilayah tersebut tidak memiliki posko sehingga mereka melapor ke Ombudsman.

“Berarti memang poskonya yang nggak ada di daerah itu. Jadi rendahnya laporan, rendahnya pengaduan dan permintaan konsultasi di sejumlah daerah bukan berarti rendahnya masalah,” jelas Robert.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper