Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Kendala Pembayaran THR, Pengusaha: Jangan Sama Ratakan Kondisi Perusahaan

Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) menyebutkan sulit menjamin 100 persen perusahaan di Indonesia dapat membayar kewajibannya terkait pembayaran THR.
Sejumlah pekerja berjalan usai bekerja dengan latar belakang gedung perkantoran di Jl. Jenderal Sudirman, Jakarta, Kamis (16/4/2020). Pemprov DKI Jakarta akan memberikan sanksi berupa mencabut perizinan kepada perusahaan yang tetap beroperasi di masa Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) kecuali delapan sektor yang memang diizinkan./ANTARA FOTO-Akbar Nugroho Gumay
Sejumlah pekerja berjalan usai bekerja dengan latar belakang gedung perkantoran di Jl. Jenderal Sudirman, Jakarta, Kamis (16/4/2020). Pemprov DKI Jakarta akan memberikan sanksi berupa mencabut perizinan kepada perusahaan yang tetap beroperasi di masa Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) kecuali delapan sektor yang memang diizinkan./ANTARA FOTO-Akbar Nugroho Gumay

Bisnis.com, JAKARTA – Kalangan pengusaha mengaku sulit menjamin bahwa perusahaan dapat membayar 100 persen kewajibannya terkait tunjangan hari raya (THR).

Ketua Bidang Ketenagakerjaan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Antonius J. Supit mengatakan, pada tahun ini kondisi perekonomian dinilai sudah lebih baik dari tahun sebelumnya. Kendati demikian menurutnya, pada saat ini belum dapat dikatakan kembali ke kondisi normal sebelum pandemi Covid-19 hadir.

Anton mengatakan, dalam kondisi normal pun banyak perusahaan yang kesulitan dalam membayarkan tunjangan hari raya (THR). Tak heran jika pada saat ini masih terdapat beberapa perusahaan yang belum dapat membayarkan THR secara penuh.

“Bahwa sulit menjamin 100 persen perusahaan dapat membayar. Kondisi perusahaan berbeda. Zaman normal pun ada yang kesulitan, apalagi ada pandemi,” kata Anton, Minggu (8/5/2022).

Menurut Anton, laporan terkait kendala pembayaran THR yang masuk, harus lebih diteliti oleh Posko THR untuk mengklasifikasikan perusahaan mulai dari yang kecil, sedang, hingga besar. Berdasarkan data tersebut nantinya Kemenaker dapat menindaklanjuti sesuai dengan kondisi perusahaan.

“Pemerintah pastikan itu perusahaan benar-benar bermasalah atau tidak. Jangan sampai ada yang mampu tetapi ngaku bermasalah jadi tidak ditindak. Orang yang paling tahu itu ya pekerja dalam perusahaan itu, bermasalah atau tidak,” lanjut Anton.

Adapun, Kementerian Ketenagakerjaan membuka Posko THR virtual sejak 8 April 2022 hingga 8 Mei 2022. Pekerja/buruh dapat melaporkan pengaduan dan konsultasi terkait masalah THR.

Per 3 Mei 2022, Kemnaker telah menerima aduan sebanyak 5.589 laporan. Aduan itu terdiri dari pengaduan online sebanyak 3.003 dan 2.586 konsultasi online.

Dari 2.586 laporan konsultasi, Kemenaker telah merespon atau menyelesaikan sebanyak 1.708 laporan dan sisanya masih dalam proses penyelesaian. Sementara untuk 3.003 laporan pengaduan yang masuk berasal dari 1.736 perusahaan. Isu yang diadukan yakni sebanyak 1.430 THR tidak dibayarkan oleh 833 perusahaan, 1.216 THR tidak sesuai ketentuan oleh 695 perusahaan, dan 357 THR terlambat disalurkan sebanyak 208 perusahan.

Sebagai tindak lanjut pemeriksaan pengaduan posko THR tahun 2022 ini, Sekretaris Jenderal Kemenaker Anwar Sanusi menyebut pihaknya telah mengeluarkan Nota Pemeriksaan 1 terhadap 10 pengaduan, yakni di provinsi Jawa Barat sebanyak 2 pengaduan, dan Jawa Tengah sebanyak 8 pengaduan.

Sesuai Pasal 79 Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan, ada sanksi secara bertahap yang diberikan kepada pengusaha yang tak membayar THR atau membayar THR tetapi tak sesuai ketentuan.

"Dimulai dari teguran tertulis, pembatasan kegiatan usaha, penghentian sementara sebagian atau seluruh alat produksi, hingga pembekuan kegiatan usaha,"  kata Anwar dikutip dari keterangan resmi Biro Humas Kemenaker, Rabu (3/5/2022).

SANKSI PENUTUPAN

Sementara bagi Anton, penutupan usaha bukanlah jalan yang perlu diambil karena malah akan memberikan dampak terhadap hilangnya lapangan pekerjaan. Anton justru meminta untuk pekerja/buruh dan pemberi kerja untuk menguatkan hubungan bipartit sehingga kedua pihak dapat memahami kondisi masing-masing.

“Kalau memang dia [perusahaan] tidak mampu masa disuruh tutup? Itu bukan solusi yang baik. Kalau tutup pun akan kehilangan lapangan pekerja. Kita harus bijaksana, tidak boleh menyamaratakan, karena satu dengan yang lain berbeda. Oleh karena itu dialog bipartit sudah paling baik,” lanjut Anton.

Kemenaker bersama pemangku kepentingan terkait terus menyelesaikan laporan baik pengaduan dan konsultasi yang masuk sehingga pekerja/buruh mendapatkan haknya, meski jika dilihat dari ketentuan sudah lewat dari waktunya.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper