Bisnis.com, JAKARTA - Penundaan implementasi kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 11 persen pada April 2022 dinilai mendesak untuk dilakukan oleh pemerintah.
Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Piter Abdullah menyampaikan, kenaikan tarif PPN tidak tepat jika dilakukan di tengah proses pemulihan ekonomi. Menurutnya, penundaan kenaikan tarif PPN justru akan membantu proses pemulihan ekonomi tahun ini.
“Penundaan ini juga bisa membantu menahan laju inflasi yang diperkirakan akan meningkat tahun ini,” katanya kepada Bisnis, Kamis (10/2/2022).
Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Yusuf Rendy Manilet mengatakan bahwa pergerakan harga beberapa komoditas pangan tengah mengalami peningkatan.
Kondisi ini akan berdampak pada laju inflasi pada bulan ini dan April, mengingat ada pola musiman, yaitu momentum Ramadan yang pada umumnya akan meningkatkan permintaan barang dan jasa.
Kedua faktor tersebut, kenaikan harga pangan strategis dan peningkatan permintaan, tentunya akan mendorong angka inflasi menjadi lebih tinggi. Jika ditambah dengan kenaikan tarif PPN menjadi 11 persen, maka pelaku usaha akan merespon dengan melakukan penyesuaian harga.
Baca Juga
“Alhasil, jika tidak ditunda dan tidak ada bantuan dari pemerintah, maka konfigurasi ini berpotensi menekan purchasing power masyarakat terutama kelompok menengah ke bawah,” kata Yusuf.
Dia menambahkan, opsi menunda kenaikan tarif PPN pun tidak akan menekan penerimaan negara. Pasalnya, pemerintah akan mendapat substitusi penerimaan dari kenaikan harga komoditas global yang tinggi.
“Kita tahu kenaikan harga energi dan komoditas saat ini berpotensi berdampak positif terhadap penerimaan negara,” tutur Yusuf.