Bisnis.com, JAKARTA - Asosiasi Pedagang Daging Indonesia (APDI) DKI Jakarta mengaku akan menghentikan aktivitas berjualannya selama lima hari terhitung 28 Februari hingga 4 Maret 2022.
Sekretaris Asosiasi Pedagang Daging Indonesia (APDI) DKI Jakarta Mufti Bangkit Sanjaya mengatakan aksi ini sudah menjadi kegiatan tahunan yang rutin dilakukan.
Hal itu, kata dia, dilakukan merespon kebijakan dan tata kelola niaga oleh pemerintah yang dianggap kerap kali abai terutama kepada pedagang kecil.
"Rencana pedagang daging menghentikan aktivitas penjualan daging serentak selama lima hari di Jabar dan sekitarnya telah menjadi agenda rutin para pedagang setiap tahunnya akibat dari carut marutnya kebijakan dan tata kelola niaga pemerintah," ujarnya kepada Bisnis, Rabu (23/2/2022).
Dia menegaskan aksi ini bukan lantaran mengikuti aksi serupa yang digelar para perajin tahu tempe, tapi memang kondisi dan nasib para pedagang yang urung didengar oleh pemerintah.
Padahal, lanjut Mufti, hal ini sudah sepatutnya menjadi peringatan bagi pemerintah mengingat aksi serupa juga dilakukan tahun lalu.
Baca Juga
Menurutnya, kebijakan pemerintah seringkali ramah kepada korporasi besar sehingga terjadi monopoli dan kartelisasi komoditi daging dan sapi. Akibatnya, pedagang kecil yang notabenenya juga rakyat kecil kian kesulitan bertahan hidup di tengah pandemi.
"Harga yang terlalu tinggi untuk dijual kepada konsumen yang daya belinya amat rendah yang maksimal dapat membeli dengan harga Rp120.000 [per kilogram]. Tapi ironisnya pedagang harus mendapatkan Harga pokok penjualan [HPP] lebih kurang Rp130.000, tentunya rugi. Dilematis kalau harus melihat breakdown modal para pedagang dan biaya-biaya operasional lainnya," keluh Mufti.
Lebih lanjut dia berharap harga daging dapat disubsidi oleh pemerintah seperti komoditi pangan lainnya agar masalah ini tuntas dan tidak terulang tiap tahunnya tanpa ada solusi tepat dan nyata.
Dia juga berharap para stakeholder baik dari importir dan maupun instansi terkait tidak melahirkan solusi yang keputusannya hanya bertujuan kompromis dengan menahan gejolak sesaat yang akhirnya hanya akan menambah derita dan pilu para pedagang.
"Harus ada goodwill untuk kebaikan semua dari semua pihak apalagi hanya mengambil keuntungan saja dari protes pedagang," tutupnya.