Bisnis.com, JAKARTA – Memanasnya harga komoditas batu bara sepanjang 2022 dinilai mengindikasikan pemulihan ekonomi secara global. Selain itu, harga emas hitam diproyeksi tetap bertahan hingga Covid-19 selesai.
Executive Director ReforMiner Institute Komaidi Notonegoro mensinyalir adanya pemulihan konsumsi listrik sejak awal tahun, tetapi kondisi ini tidak dapat dipenuhi optimal oleh energi terbarukan. Sebab itu, fosil masih menjadi pilihan.
“Ini indikasi positif terhadap pemulihan ekonomi di beberapa wilayah, sehingga meningkatkan aktivitas baik penyediaan listrik maupun industri mulai pulih. Paling cepat akselerasinya di antara foil adalah batu bara,” katanya kepada Bisnis, Senin (14/2/2022).
Penguatan harga batu bara juga ditopang oleh kenaikan minyak dan LNG. Peningkatan ini terjadi akibat adanya ketidakpastian pasokan dari wilayah Eropa Timur setelah terjadinya ketegangan antara Rusia dan Ukraina. Alhasil, batu bara masih dinilai lebih kompetitif dibandingkan migas.
Kondisi ini diperkuat oleh musim dingin di sejumlah negara bagian utara. Saban musim dingin, kebutuhan energi makin besar. Selain kebutuhan listrik harian, energi listrik juga diperlukan untuk pemanas ruangan. Peningkatan kebutuhan ini tidak didukung oleh produksi yang memadai.
Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI) Hendra Sinadia menerangkan sentimen penguatan harga juga didorong dengan adanya pembeli yang mempercepat pengiriman.
“Mereka mencari spot cargo untuk pengiriman ke depan [advance shipment] di saat pasokan yang masih ketat [tight] sebagai dampak dari larangan ekspor kemarin,” terangnya.
Bursa ICE Newcastle mencatat batu bara kontrak Februari mengalami penguatan 5,90 poin menjadi US$245 per metrik ton pada Minggu (13/2/2022). Pada perdagangan sebelumnya, emas hitam masih dihargai US$239,10 per metrik ton.
Sementara itu, batu bara untuk kontrak Maret turut menguat 5,25 poin pada level US$220 per metrik ton. Angka ini meningkat dari perdagangan sebelumnya US$214,75 per metrik ton.
Kemudian pada kontrak April, batu bara berada di level US$195,10 per metrik ton, meningkat 5,25 poin dari harga sebelumnya US$190,85 per metrik ton. Adapun kenaikan harga tahun ini terjadi di tengah meningkatnya kebutuhan batu bara untuk pembangkit di pasar global.