Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Sebelum Pemerintah Terapkan Zero ODOL, Ini 5 Saran Pakar Transportasi

Pemerintah diharapkan siap mengatasi dampak yang ditimbulkan dari rencana penerapan zero ODOL (Over Dimension Over Load), sebelum kebijakan tersebut diberlakukan pada awal 2023 mendatang.
Ilustrasi Truk. Bisnis/Abdullah Azzam
Ilustrasi Truk. Bisnis/Abdullah Azzam

Bisnis.com, JAKARTA – Pemerintah diharapkan siap mengatasi dampak yang ditimbulkan dari rencana penerapan zero ODOL (Over Dimension Over Load), sebelum kebijakan tersebut diberlakukan pada awal 2023 mendatang.

Jika hal itu sudah dilakukan, bisa dipastikan pelaksanaan zero ODOL ini akan bisa diimplementasikan tanpa adanya penolakan, baik dari industri maupun masyarakat yang terkena dampak. 

Hal itu seperti disampaikan Pakar Transportasi dari Institut Transportasi & Logistik Trisakti, Suripno yang menanggapi banyaknya penolakan terhadap rencana penerapan kebijakan zero ODOL itu, baik dari industri maupun masyarakat.

“Jadi, masalah Zero ODOL ini bukan hanya terkait penegakan hukumnya saja, tapi juga dampaknya ke sektor lain dan masyarakat. Itu kan nanti Presiden juga yang akan menanggung dampaknya, makanya yang memutuskan juga harus Presiden, nggak bisa Menteri Perhubungan,” ujarnya seperti dikutip, Selasa (4/1/2022).

Menurutnya, sesuai pasal 6 UU No.22/2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, pemerintah harus menetapkan sasaran yang jelas, termasuk sasaran zero ODOL. “Zero ODOL sasarannya apa, itu harus jelas,” katanya.

Dia menyampaikan ada 5 langkah yang harus dilakukan pemerintah sebelum menerapkan Zero ODOL ini. Pertama, pemerintah harus tahu dulu informasi dan konsekuensi sebelum memutuskan waktu penerapannya. Kedua, pemerintah harus mengupayakan insentif. Artinya, kalau pelanggaran itu mau ditekan maka pemerintah harus berusaha mengkondisikan supaya tidak terjadi pelanggaran.

“Dan itu bukan dengan melakukan penegakan hukum, tetapi dengan mempengaruhi perilaku seperti bagaimana memberi insentif kepada yang bekerja dengan efisien misalnya. Jika ada persyaratan kendaraan harus diperlebar, pemerintah butuh apa saja untuk menyiapkannya. Jadi, kebijakannya itu bukan untuk menghukum, tapi mencegah orang jangan sampai melanggar. Itu yang harus dipikirkan pemerintah untuk mengatasi dampak tadi,” terangnya.

Termasuk, menurut Suripno, pemerintah juga harus memikirkan cara bagaimana agar kebijakan Zero ODOL ini tidak berdampak kepada masyarakat dengan adanya kenaikan harga barang. “Jadi, kebijakan Zero ODOL ini jangan nanti kerugian yang ditimbulkannya lebih banyak dibanding manfaatnya,” ujarnya.

Hal ketiga adalah mengubah regulasi agar orang tidak melanggar. Misalkan untuk kelas jalan, itu harus dinaikkan kapasitas dukungnya agar kendaraan-kendaraan yang berdimensi besar bisa melalui jalan tersebut sehingga orang cenderung tidak melanggar.

“Karena, meskipun kelas jalan setiap kendaraan sudah ditentukan, tapi kalau kelas jalan di ruas jalan itu tidak diubah maka tetap nggak boleh lewat di jalan. Itu berarti PP-nya harus direvisi. Harus dibedakan antara yang berlaku di kendaraan atau di ruas jalan,” katanya.

Keempat adalah sosialisasi, karena untuk kepastian hukum, perlu dibuat rambu kelas jalan di semua jalan dan pemerintah harus mensosialisasikan kepada semua pemilik barang dan operator. “Tapi, rambu-rambu jalan itu juga tidak boleh langsung diberlakukan, harus disosialisasikan terlebih dulu, selama sebulan misalnya,” ujarnya.

Langkah kelima baru penegakan hukum. “Etikanya begitu. Jadi, tidak  langsung jumping ke penegakan hukum seperti yang dilakukan sekarang. Sementara sasarannya belum jelas, insentif nggak jelas.” Ujarnya.

Menurutnya, jika ingin terlaksana dengan baik juga harusnya ditetapkan dengan Peraturan Presiden bukan Menteri Perhubungan, karena kebijakan Zero ODOL ini terdampak kepada banyak sektor. Presiden juga harus menunjuk siapa yang ditugasi untuk mengkoordinasikan seluruh kegiatan.

“Kalau sekarang ini, Menteri Perhubungan minta kebijakan Zero ODOL diberlakukan pada 1 Januari 2023. Misalnya itu diterapkan dan membawa dampak pada perekonomian dan segala macam, Menteri Perhubungan bisa nggak bertanggung jawab atas hal ini? Kan nggak bisa. Nanti akhirnya Menteri Keuangan, Menteri Perdagangan, Menteri Perindustrian pada kena kan,” ujarnya.

Menurutnya, harus ada koordinatornya sehingga program kerjanya jelas. Misalnya, berapa lama kira-kira orang bisa menyesuaikan diri dan apa yang harus dilakukan pemerintah. “Jadi terstruktur dan jelas sasarannya apa yang mau dituju. Sasarannya bukan dalam bentuk berapa banyak yang dikenakan sanksi, itu bukan sasaran,” tandasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Thomas Mola

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper