Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Kena Capital Outflow Serius di 2021, Sri Mulyani Melihat Pasar Uang RI Tetap Kuat

Sri Mulyani mencatat Indonesia mengalami capital outflow yang cukup serius. Hal ini terlihat dari perbandingan tren aliran modal asing pada Januri 2021 sebesar US$53 miliar, menurun ke US$15,6 miliar pada November 2021.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memberikan pemaparan dalam konferensi pers Realisasi APBN 2021 di Jakarta, Senin (3/1/2021). Bisnis/Himawan L Nugraha
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memberikan pemaparan dalam konferensi pers Realisasi APBN 2021 di Jakarta, Senin (3/1/2021). Bisnis/Himawan L Nugraha

Bisnis.com, JAKARTA - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menegaskan bahwa ketahanan pasar keuangan Indonesia terhadap faktor eksternal masih kuat pada 2021, dan diharapkan tetap kuat di 2022.

Hal ini dilihat dari terjadinya aliran modal keluar (capital outflow) dari emerging markets, yang dipicu oleh normalisasi kebijakan moneter sejumlah negara akibat tingginya tingkat inflasi. Kendati demikian, Sri Mulyani mengklaim Indonesia masih resilient dalam merespons sentimen negatif global tersebut.

"Semakin inflasi tinggi dan kemudian akan direspons dengan quantitative easing yang di-taper, dan kemudian interest rate yang naik, maka capital outflow terjadi dari emerging markets. Tapi di sini Indonesia masih sangat resilient," jelas Sri Mulyani pada konferensi pers Realisasi APBN 2021, Senin (3/1/2022).

Adanya capital outflow, maka akan berimplikasi terhadap yield obligasi dan nilai tukar. Pada sisi nilai tukar mata uang, capital outflow memicu depresiasi nilai tukar mata uang negara-negara emerging markets. Akan tetapi, dalam hal ini, Sri Mulyani menyebut depresiasi nilai tukar rupiah masih menjadi salah satu yang kecil.

Menurut mantan pejabat Bank Dunia ini, depresiasi nilai tukar mata uang negara-negara emerging markets lain terdampak lebih parah akibat adanya capital outflow. Apalagi, jika ditambah adanya kondisi perekonomian domestik yang tidak baik. Contohnya, lira Turki dan peso Argentina.

"Indonesia termasuk salah satu yang kecil depresiasinya yaitu 1,4 persen. Tapi ini perlu diwaspadai, apabila rupiah terlalu kuat dibandingkan dengan negara-negara peer emerging, ini bisa memengaruhi competitiveness dari ekspor kita," lanjutnya.

Pada sisi yield obligasi, Sri Mulyani mencatat Indonesia mengalami capital outflow yang cukup serius. Hal ini terlihat dari perbandingan tren aliran modal asing pada Januri 2021 sebesar US$53 miliar, menurun ke US$15,6 miliar pada November 2021.

Kendati demikian, neraca pembayaran Indonesia yang sangat kuat membuat nilai tukar rupiah ikut terjaga. Kementerian Keuangan mencatat NPI kuartal III/2021 surplus sebesar US$10,7 miliar atau 1,49 persen terhadap PDB.

Di sisi lain, kepemilikan asing di pasar Surat Berharga Negara (SBN) di pasar domestik juga terus menurun, dan kini didominasi oleh investor dalam negeri. Pada 2019, kepemilikan asing di pasar obligasi sebesar 38,5 persen SBN Indonesia. Akan tetapi, saat ini kepemilikan asing sudah di bawah 20 persen, lebih rendah dari investor dalam negeri.

"Maka, kalau tadi posisi kepemilikan asing masih di atas 30 persen bahkan mendekati 40 persen, yield kita [naik] dan harganya [jatuh]," jelas Sri Mulyani.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Dany Saputra
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper