Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Tingkat Inflasi Diproyeksi 1,82 Persen hingga Akhir 2021

Secara tahun berjalan, inflasi pada November 2021 mencapai 1,30 persen (year-to-date/ytd), sementara secara tahunan mencapai 1,75 persen (year-on-year/yoy).
Pedagang menata sayuran yang dijual di Pasar Minggu, Jakarta Selatan, Senin (27/1/2020)./ ANTARA - Sigid Kurniawan
Pedagang menata sayuran yang dijual di Pasar Minggu, Jakarta Selatan, Senin (27/1/2020)./ ANTARA - Sigid Kurniawan

Bisnis.com, JAKARTA - Tingkat inflasi diperkirakan akan tetap relatif rendah hingga akhir 2021.

Pada November 2021, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat inflasi mencapai 0,37 persen secara bulanan (month-to-month/mtm).

Secara tahun berjalan, inflasi pada November 2021 mencapai 1,30 persen (year-to-date/ytd), sementara secara tahunan mencapai 1,75 persen (year-on-year/yoy).

Ekonom Bank Mandiri, Faisal Rachman memperkirakan tekanan inflasi dari sisi permintaan masih akan berlanjut pada Desember 2021, didorong oleh percepatan pemulihan ekonomi seiring dengan pelonggaran PPKM yang meningkatkan mobilitas masyarakat.

Menurutnya, rencana pemerintah untuk menerapkan PPKM Level 3 pada periode libur Natal dan Tahun Baru pun berdampak terbatas pada inflasi.

“Perkiraan terbaru kami menunjukkan bahwa inflasi pada akhir tahun 2021 bisa menjadi sekitar 1,82 persen,” katanya, Rabu (1/12/2021).

Faisal mengatakan, capaian tersebut masih di bawah batas target BI yang sebesar 2 hingga 4 persen. Namun, tingkat inflasi yang tetap rendah ini akan mendukung BI untuk mempertahankan kebijakan moneter yang akomodatif tahun ini.

Di sisi lain, kata Faisal, tekanan inflasi dari sisi penawaran (cost-push inflation) yang diperkirakan cenderung meningkat perlu diwaspadai, di mana Indeks Harga Produsen (IHP) dan Indeks Harga Perdagangan Besar (IHPB) sudah berada di atas inflasi IHK.

“Hal ini terutama terkait dengan masih tingginya harga komoditas selama krisis energi global,” jelasnya.

Menurutnya, tingkat inflasi ke depan masih berisiko mengalami penurunan, terutama akibat adanya varian baru Covid-19 (Omicron) yang dapat memicu penerapan kembali PPKM yang lebih ketat jika penyebarannya gagal dikendalikan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Maria Elena
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper