Bisnis.com, JAKARTA – Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Nasional (KSPN) Ristadi mengatakan bahwa rendahnya realisasi penyaluran manfaat layanan tambahan (MLT) pembiayaan perumahan bagi pekerja disebabkan karena syarat administratif dari bank penyalur yang tinggi.
“Contoh kasus, ada 100 orang anggota kami yang mengajukan yang lolos hanya tiga. Banyak hambatan, terutama syarat dan ketentuan di perbankan yang tidak bisa dikompromikan,” kata Ristadi saat menghadiri konferensi pers BPJS Ketenagakerjaan, Jakarta, Rabu (3/11/2021).
Di sisi lain, kata Ristadi, sebagian anggotanya yang masih berstatus pekerja kontrak dipastikan tidak dapat memenuhi syarat dari perbankan.
Biasanya, dia menuturkan, pekerja kontrak itu dianggap tidak memiliki kemampuan keuangan jangka panjang untuk melunasi pinjaman dengan jangka waktu hingga 30 tahun, seperti diatur dalam MLT tersebut.
Menurut dia, situasi pekerja kontrak itu bakal menjadi permasalahan yang krusial ihwal peningkatan penyaluran MLT perumahan tersebut. Alasannya, pekerja kontrak yang mayoritas angkatan kerja milenial itu jumlahnya lebih banyak ketimbang pekerja tetap.
“Perlu ada diskusi yang lebih teknis dan panjang agar revisi Permenaker yang baru bisa menjawab persoalan kenapa program MLT ini tidak bisa berjalan optimal,” kata dia.
Baca Juga
Berdasarkan laporan BPJS Ketenagakerjaan, realisasi penyaluran MLT mencapai Rp655,49 miliar dari 2017 hingga 2021. Perinciannya, penyaluran untuk Kredit Pemilikan Rumah (KPR) sebesar Rp646,51 miliar, dan Pinjaman Renovasi Perumahan (PRP) sebesar Rp8,97 miliar.
Adapun, realisasi pembangunan rumah bagi pekerja itu selama 5 tahun terakhir mencapai 2.384 unit. Sementara itu, tercatat 191 pinjaman diajukan untuk merenovasi rumah.
Kemudian, realisasi dana investasi yang dikelola menyentuh Rp514,74 triliun sampai dengan Agustus 2021.
Sampai dengan akhir tahun ini, badan pengelola iuran pekerja itu menargetkan dana investasi dapat mencapai Rp542,41 triliun, atau tumbuh 11,36 persen dari posisi sepanjang 2020 yang sebesar Rp487,06 triliun.