Bisnis.com, BANDUNG—Proyek pembangunan rumah susun sewa untuk pekerja di Jawa Barat tidak berjalan mulus.
Pemerintah Provinsi Jawa Barat kesulitan memenuhi permintaan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat menyediakan lahan untuk rumah susun sewa (Rusunawa) pekerja.
Kepala Dinas Pemukiman dan Perumahan Jabar Bambang Rianto mengatakan pada 2016 dan 2017 nanti Pusat memberi jatah pembangunan fisik dua rusunawa. Namun sejauh ini pihaknya belum bisa memenuhi kebutuhan lahan. “ Ada kebutuhan seluas 5 hektar di Bandung Barat. Kami mendorong terus [pembebasan] berhasil, karena lokasinya sudah ada,” katanya pada Bisnis, Senin (21/11/2016).
Bambang mengaku urusan pembebasan lahan tidak berada pada wilayahnya melainkan di Biro Pengelolaan Barang Daerah (PBD) sekaligus mata anggaran. PUPR meminta agar Pemprov cukup membebaskan lahan, sementara kebutuhan berapa menara Rusunawa akan disesuaikan. “2017 juga kita sudah ditawari kesiapan lahan,” tuturnya.
Pemprov Jabar menurutnya pada 2017 sudah mengajukan pembangunan Rusunawa pekerja di Bogor dan Bekasi. Kebutuhan lahan di Bogor menurutnya jauh lebih besar karena mencapai 10 hektar. Namun mengingat pembebasan tidak mudah, pihaknya akan melihat kondisi riil di lapangan.
“Kami selalu minta PBD untuk membebaskan lahan setiap tahun. Jika lahan sudah siap, PU masuk ke sana,” ujarnya.
Pihaknya mengaku agak khawatir dengan target pemenuhan lahan bagi rusunawa pekerja ini di 2017. Pangkal persoalannya adalah dileburnya biro PBD dengan Biro Keuangan dalam susunan organisasi tata kerja (SOTK) Pemprov Jabar yang baru. “Kami belum tahu, apakah urusan pembebasan lahan ini akan dikerjakan atau tidak,” katanya.
Menurutnya, sejauh ini rusunawa sangat diminati para pekerja atau buruh di lokasi industri. Bambang menunjuk 12 menara kembar rusunawa di wilayah Bandung Raya yang memiliki banyak penghuni meski sifatnya transit.
“Kalau di Pemprov, Rusun itu bukan tujuan akhir makanya kami sebut apartemen transit,” tuturnya.
Apartemen transit ini lanjut Bambang disiapkan bagi para pekerja selama tiga tahun untuk menabung uang muka kredit rumah MBR.
Dia menyebut konsep ini berbeda dengan tabungan perumahan rakyat (Tapera) karena Jabar lebih dulu menjalankan konsep tersebut.
“Kami desain mereka agar menabung selama tiga tahun lalu keluar, sampai uang muka rumah type 36 bisa dipenuhi,” katanya.
Pangsa Pasar Apersi
Dihubungi terpisah, DPD Apersi Jabar mengaku sama sekali tidak takut kehilangan pangsa pasar akibat pemerintah menggalakan pembangunan apartemen transit atau Rusunawa (Rumah Susun Sementara Sewa) bagi pekerja berpenghasilan rendah.
Ketua DPD Apersi Jabar Rahayu Wiramiharja mengatakan, segmen pasar rusunawa pekerja dengan rumah MBR (Masyarakat Berpenghasilan Rendah) berbeda. Bahkan, para pekerja yang berpenghasilan rendah itu akan sulit menjangkau produk rumah yang disediakan Apersi.
"Rusunawa itu untuk mereka dengan pendapatan di bawah UMR. Sedangkan, rumah MBR yang digarap oleh Apersi adalah bagi mereka yang berpenghasilan Rp4 juta, jadi memang beda segmennya," kata Rahayu.
Menurutnya, Jabar masih perlu penambahan apartemen transit bagi pekerja karena yang ada saat ini masih belum memenuhi tingginya kebutuhan.
Sepengetahuannya, apartemen transit yang ada di Jabar hanya ada di empat lokasi, yaitu Apartemen Transit Rancaekek, Ujung Berung, Batu Jajar, dan Solokan Jeruk.
Konsep apartemen memang menjadi solusi jitu atas tingginya harga lahan dan keinginan pemerintah menjaga pola pembangunan berbasis penghijauan. Daerah Ngamprah, Kab Bandung Barat, lanjutnya, menjadi lokasi yang tepat dibangunnya apartemen transit selanjutnya.
"Bisa saja Apersi yang mengelolanya. Dengan syarat, pemda menyediakan lahan. Apersi yang membangunkannya. untuk konteks Jabar, kami sudah pernah diajak ngobrol masalah tersebut apalagi untuk tingkat DPP," ujarnya.
Tapi, yang paling terdepan untuk pembangunan rusunawa itu adalah Perumnas. Sebagai kepanjangan tangan dari pemerintah, Perumnas akan lebih leluasa dalam menyediakan hunian yang layak bagi pekerja.
Sebelumnya, Kepala Balai Pengelolaan dan Pelayanan Perumahan Jawa Barat Tatang Hermawan mengemukakan, pihaknya saat ini mengelola 12 rumah susun yang ada diperuntukkan bagi para pekerja industri maupun tenaga kerja kontrak di lingkungan pemerintahan.
Kedua belas rumah susun itu tersebar di Rancaekek enam blok, tiga blok di Ujungberung, satu blok di Batujajar, dan dua blok di Solokan Jeruk. “Dari jumlah tersebut, baru delapan blok rumah susun yang sudah terisi, sisanya belum terisi,” tuturnya.