Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Polemik UMP 2022, Kemenaker Persilakan Pihak yang Tidak Setuju Tempuh Jalur Hukum

Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) mempersilakan sejumlah pemangku kepentingan yang tidak puas terkait dengan mekanisme penetapan upah minimum provinsi atau UMP 2022 menempuh jalur hukum sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Ilustrasi upah minimum/Istimewa
Ilustrasi upah minimum/Istimewa

Bisnis.com, JAKARTA – Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) mempersilakan sejumlah pemangku kepentingan yang tidak puas terkait dengan mekanisme penetapan upah minimum provinsi atau UMP 2022 menempuh jalur hukum sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Kepala Biro Humas Kemenaker Chairul Harahap mengatakan, kementeriannya masih menunggu data pertumbuhan ekonomi dan ketenagakerjaan yang disiapkan Badan Pusat Statistik (BPS) untuk menghitung kenaikan UMP 2022.

Langkah itu sesuai dengan amanat dari Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36/2021 tentang Pengupahan yang menjadi turunan Undang Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.

“Bagi para pihak yang tidak puas, mereka bisa menggunakan mekanisme gugatan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan,” kata Chairul melalui pesan WhatsApp, Selasa (2/11/2021).

Depenas dan LKS Tripnas, tuturnya, telah mengadakan pertemuan pada tanggal 21 hingga 22 Oktober 2021 di Jakarta. Pertemuan itu bersepakat untuk mendorong penetapan UMP yang sesuai dengan ketentuan PP Nomor 36/2021 tentang Pengupahan.

“Penetapan Upah Minimum tahun 2022 secara mayoritas diprediksi mengalami kenaikan walau belum bisa memenuhi ekspektasi semua pihak. Hal tersebut harus diapresiasi sebagai langkah maju, mengingat kita masih dalam masa pemulihan dari dampak Covid-19,” tuturnya.

Sebelumnya, Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia atau KSPI menolak penetapan UMP 2022 yang mengacu pada amanat PP Nomor 36/2021 tentang Pengupahan yang menjadi turunan Undang Undang Nomor 11/2020 tentang Cipta Kerja.

Presiden KSPI Said Iqbal mengatakan, serikatnya tetap berpegang pada rumusan pengupahan yang tertuang dalam Undang-Undang (UU) Nomor 13/2003 tentang Ketenagakerjaan.

Iqbal menuturkan, UU itu mengamanatkan penghitungan UMP berdasar pada survei kebutuhan hidup layak atau KHL di tengah masyarakat.

“KSPI minta menggunakan KHL merujuk pada UU Nomor 13/2003, karena kami sedang menggugat UU Cipta Kerja, sehingga PP Nomor 36/2021 tentang Pengupahan juga tidak boleh,” kata Iqbal melalui sambungan telepon, Selasa (2/11/2021).

UU Cipta Kerja yang tengah digugat itu, kata Iqbal, tidak dapat dijadikan instrumen penghitung kenaikan UMP pada tahun depan. Alasannya, objek hukum yang ada pada UU itu belum memiliki kekuatan hukum tetap atau inkrah.

Lewat survei KHL itu, dia mengatakan, KSPI mendapatkan nilai kenaikan UMP 2022 sebesar 7 hingga 10 persen.

Menurut dia, harga sejumlah KHL pekerja, seperti sewa rumah, transportasi, dan barang di pasar mengalami kenaikan yang signifikan selama pandemi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Editor : Lili Sunardi
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper