Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Harga Kapas Tertinggi dalam Satu Dekade, Biaya Baju Bakal Naik

China melampaui Vietnam sebagai tujuan terbesar kapas AS untuk pertama kalinya dalam enam tahun.
Ilustrasi pertanian kapas/Pixabay.com
Ilustrasi pertanian kapas/Pixabay.com

Bisnis.com, JAKARTA - Kapas berjangka melesat melampaui US$ 1 per pon untuk pertama kalinya dalam hampir satu dekade karena cuaca buruk dan hambatan pengiriman mengancam pasokan, menaikkan biaya pakaian di seluruh dunia.

Di New York, kontrak untuk pengiriman Desember 2021 naik ke angka US$1,005 per pon, tertinggi sejak November 2011.

Dilansir Bloomberg, Selasa (28/9/2021), harga kapas telah melonjak 28 persen sepanjang tahun ini karena permintaan yang ketat terutama dari China, ditambah dengan gangguan pasokan akibat pandemi dan kekacauan logistik yang dipicu oleh naiknya biaya pengiriman.

Semakin tinggi harga serat berarti biaya untuk membuat pakaian akan meningkat. Peritel mungkin mencoba membebankan biaya tersebut kepada pelanggan, yang mengakibatkan inflasi untuk segala hal mulai dari T-shirt hingga jeans. Ini dapat mengekang permintaan dan menekan margin untuk pembuat pakaian jadi seperti Levi Strauss & Co.

Kapas diproyeksikan mengalami defisit pasokan global selama dua tahun berturut-turut, dan China, pengguna utama, membutuhkan sumber serat baru untuk industri tekstilnya di tengah reaksi internasional tentang pelanggaran perburuhan di Xinjiang, wilayah penghasil terbesarnya. Sedangkan AS melarang impor produk kapas dari Xinjiang awal tahun ini.

Negara-negara berkembang utama lainnya seperti Bangladesh, Pakistan dan India mengalami masalah panen. Meksiko, pembeli utama, akan membeli serat Amerika paling banyak dalam 11 tahun. Ekspor AS pada musim 2020-2021 yang berakhir pada Juli adalah yang tertinggi dalam 15 tahun pada 16,4 juta bal, didorong oleh rekor impor global. China melampaui Vietnam sebagai tujuan terbesar kapas AS untuk pertama kalinya dalam enam tahun.

Kekhawatiran pasokan terbaru datang dari India, di mana panen di Punjab gagal karena penyakit bollworm.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Reni Lestari
Editor : Farid Firdaus
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper