Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Apkasi Sampaikan Catatan untuk Pengembangan OSS Berbasis Risiko

Pemerintah daerah berharap fitur OSS berbasis riisko ini dapat dilengkapi dan terus dikembangkan.
Presiden Joko Widodo (tengah) didampingi Gubernur Bali Wayan Koster (kedua kiri) dan Bupati Badung I Nyoman Giri Prasta (kedua kanan) menyapa masyarakat saat mengunjungi kawasan pariwisata berbasis olahraga atau sport tourism di Desa Kutuh, Badung, Bali, Jumat (17/5/2019)./ANTARA-Fikri Yusuf
Presiden Joko Widodo (tengah) didampingi Gubernur Bali Wayan Koster (kedua kiri) dan Bupati Badung I Nyoman Giri Prasta (kedua kanan) menyapa masyarakat saat mengunjungi kawasan pariwisata berbasis olahraga atau sport tourism di Desa Kutuh, Badung, Bali, Jumat (17/5/2019)./ANTARA-Fikri Yusuf

Bisnis.com, JAKARTA - Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia (Apkasi) menilai online single submission (OSS) berbasis risiko sangat membantu bagi usaha kecil menengah karena mereka hanya perlu mendaftar untuk mendapatkan Nomor Induk Berusaha (NIB).

Wakil Ketua Umum Apkasi I Nyoman Giri Prasta, yang juga merupakan Bupati Badung, mengakui animo pelaku usaha mikro dan kecil untuk melengkapi usahanya dengan perizinan menjadi meningkat karena persyaratan dan prosedur memperoleh NIB yang mudah.

Namun, dia menilai pemerintah pusat perlu menyediakan petunjuk detail terkait dengan perubahan izin mendirikan bangunan atau IMB menjadi Persetujuan Bangunan Gedung (PBG) yang memerlukan waktu untuk penyiapan Perda Retribusi PBG agar pelayanan kepada masyarakat tidak terhenti.

Lebih lanjut, Apkasi juga mencatat sejumlah kendala penerapan OSS berbasis risiko ini. Pertama, regulasi daerah sebagaimana amanat dari peraturan pelaksanaan UU Cipta Kerja belum siap terutama yang terkait dengan retribusi perizinan tertentu.

Kedua, kesulitan proses pemenuhan persyaratan dasar perizinan berusaha karena sistem OSS belum terintegrasi dengan sistem penduung pemenuhan persyaratan dasar, a.l. persetujuan konfirmasi, pemanfaatan ruang (PKKPR) dengan GISTARU, persetujuan lingkungan dengan Amdal_Net dan PBG serta Sertifikat Laik Fungsi dengan SIMBG.

Ketiga, operasional sistem OSS berbasis risiko belum stabil. "Masih tahap penyempurnaan sehingga pelayanan belum berjalan optimal," papar Nyoman.

Selain itu, perangkat daerah kesulitan melakukan proses verifikasi pemenuhan persyaratan standar, standar usaha dan standar produk karena sistem OSS belum menyiapkan fitur lengkap.

Terakhir, dia melihat terdapat 353 Kode Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI) dan hal ini belum diatur dalam PP No.5 Tahun 2021. Dua diantaranya yaitu KBLI 52105 untuk kegiatan Aktivitas Penyimpanan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) dan KBLI 64143 untuk kegiatan Koperasi Simpan Program Sekunder (KSP Sekunder).

"Jadi harapan kami OSS ini disiapkan fitur yang lebih lengkap," ujarnya.

Deputi Bidang Kerja Sama Penanaman Modal BKPM/ Kementerian Investasi Riyatno mengatakan penerapan OSS berbasis risiko wajib baik di pusat dan daerah sesuai amanat UU Cipta Kerja.

"Pemerintah daerah boleh mengembangkan sistemnya, tapi untuk mendukung OSS pusat," katanya. Adapun, pengawasan dan implementasi di daerah dilakukan oleh DTMPTSP di wilayah kerja masing-masing.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Dany Saputra
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper