Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Carbon Capture Belum Ekonomis untuk Tekan Emisi di PLTU

Solusi yang lebih murah untuk mengurangi emisi karbon di sektor ketenagalistrikan adalah melalui akselerasi pemanfaatan energi baru terbarukan.
PLTU Jawa 8/ Istimewa - PLN
PLTU Jawa 8/ Istimewa - PLN

Bisnis.com, JAKARTA—Penerapan teknologi carbon capture and storage atau carbon capture, utilization, and storage (CCS/CCUS) pada pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) untuk menurunkan emisi karbon yang dihasilkan dinilai belum ekonomis.

Koordinator Riset Institute for Essential Services Reform (IESR) Pamela Simamora berpendapat bahwa penerapan teknologi carbon capture pada PLTU bukanlah opsi terbaik untuk menekan emisi karbon di sektor ketenagalistrikan. Pasalnya, hingga saat ini biaya investasi teknologinya masih belum ekonomis.

“Sayangnya, berdasarkan data terakhir belum ekonomis. Kalaupun Indonesia memaksa untuk terus gunakan PLTU dikawinkan dengan CCUS, tentu saja ada konsekuensinya. Harga sistemnya akan lebih mahal, dan Indonesia sensitif terhadap harga. Jadi itu bukan pilihan terbaik,” katanya dalam sebuah diskusi daring, Kamis (15/7/2021).

Menurutnya, solusi yang lebih murah untuk mengurangi emisi karbon di sektor ketenagalistrikan adalah melalui akselerasi pemanfaatan energi baru terbarukan (EBT).

Berdasarkan studi IESR, agar sektor ketenagalistrikan bisa menuju nol emisi karbon di 2050, pengembangan EBT perlu diakselerasi hingga mencapai 140 gigawatt (GW) pada 2030, dan pada 2045 diharapkan bauran EBT mencapai 100 persen.

Pamela mengatakan, pencapaian nol emisi dengan 100 persen EBT akan memberikan harga pembangkitan yang lebih murah dalam jangka panjang.

Dengan skenario pengembangan EBT tersebut, biaya pembangkitan listrik diratakan (levelized cost of electricity/LCOE) dapat turun dari US$79,52 per MWh di 2020 menjadi US$40,59 per MWh pada 2050, sehingga biaya pembangkitan listrik dari energi terbarukan di Indonesia menjadi semakin kompetitif.

Kepala Subdirektorat Perlindungan Lingkungan Ketenagalistrikan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bayu Nugroho juga sepakat bahwa teknologi carbon capture hingga kini memang belum ekonomis.

“PLN sudah lakukan studi juga belum ekonomis. Kami juga beberapa kali meneliti, dicoba di Blok Tangguh juga belum ekonomis,” kata Bayu.

Namun demikian, dia memperkirakan harga teknologi carbon capture akan lebih kompetitif di masa mendatang, seiring dengan meningkatnya pengembangan EBT.

“Untuk RUPTL [Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik] ke depan, kami menggalakkan supaya nanti ini [CCUS/CCS] bisa masuk. Hal ini supaya ke depan bisa menyeimbangkan pengembangan EBT, sehingga harapannya dengan pengembangan EBT harga CCUS/CCS akan lebih kompetitif dan ke depan mungkin kita pakai,” ujarnya.

Sebelumnya, Direktur Utama PT PLN (Persero) Zulkifli Zaini mengatakan bahwa perseroan mempertimbangkan penggunaan teknologi carbon capture pada PLTU yang ada. Namun, implementasinya masih menunggu ketika harga teknologinya lebih ekonomis.

“Saat teknologi carbon capture sudah sangat murah, kami operasikan saja PLTU. Tidak apa-apa, karbonnya kami capture.  Kami harapkan di 2050 teknologi carbon capture sudah sangat murah,” tutur Zulkifli dalam acara Investor Daily Summit 2021.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper