Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Investasi Mahal Jadi Tantangan Pengembangan Pembangkit Tenaga Sampah

Pengelolaan sampah perkotaan menjadi energi listrik membutuhkan investasi yang cukup mahal sehingga pengembangannya tidak ekonomis.
Suasana di proyek pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) gas metana di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Jatibarang, Semarang, Jawa Tengah, Kamis (10/1/2019)./ANTARA-Aditya Pradana Putra
Suasana di proyek pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) gas metana di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Jatibarang, Semarang, Jawa Tengah, Kamis (10/1/2019)./ANTARA-Aditya Pradana Putra

Bisnis.com, JAKARTA — Institute for Essential Service Reform (IESR) menilai bahwa pengembangan pembangkit listrik tenaga sampah (PLTSa) tidak ekonomis.

Direktur Eksekutif IESR Fabby Tumiwa mengatakan bahwa pengelolaan sampah perkotaan menjadi energi listrik membutuhkan investasi yang cukup mahal sehingga pengembangannya tidak ekonomis.

"Investasi teknologinya sangat mahal, di atas US$4.000 per kWh kalau mau jadi pembangkit listrik. Ini tantangan utama. Oleh karena itu, kalau pakai skema biasa olah sampah jadi energi dengan teknologi yang ada sekarang untuk banyak daerah tidak feasible," ujarnya kepada Bisnis, Selasa (18/5/2021).

Dia menuturkan, tingginya biaya investasi tersebut menjadi persoalan bagi pemerintah daerah sebab tidak semua daerah memiliki kapasitas fiskal yang cukup untuk menyediakan tipping fee atau dana pengelolaan sampah. Untuk merealisasikan pengembangan PLTSa, pemerintah daerah perlu dukungan dana dari pemerintah pusat.

Mahalnya ongkos investasi PLTSa tersebut juga mau tidak mau akan membuat harga listrik yang dihasilkan menjadi lebih mahal dibandingkan dengan harga listrik dari energi lain.

Sesuai dengan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 35 Tahun 2018 tentang Percepatan Pembangunan Instalasi Pengolah Sampah Menjadi Energi Listrik Berbasis Teknologi Ramah Lingkungan, harga pembelian listrik oleh PLN dari PLTSa untuk kapasitas sampai dengan 20 megawatt (MW) ditetapkan sebesar US$13,35 sen per kWh.

Namun, kata Fabby, persoalan sampah perkotaan yang terus menumpuk tidak bisa dibiarkan karena bisa mencemari lingkungan dan meningkatkan emisi gas rumah kaca. Oleh karena itu, menurutnya, perlu dipikirkan cara yang lebih efisien untuk mengelola sampah.

Sebelumnya, Direktur Pengelolaan Sampah Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Novrizal Tahar mengatakan bahwa pemerintah terus mengawal implementasi PLTSa di 12 kota sebagaimana diinstruksikan dalam Perpres Nomor 35 Tahun 2018.

Di dalam perpres tersebut, pemerintah telah memberikan dukungan insentif berupa bantuan biaya layanan pengolahan sampah (BLPS) maksimal Rp500.000 per ton sampah.

"Karena selama ini sampah kewenangan daerah, tapi supaya bisa diimplementasikan pemerintah pusat beri dukungan BLPS dan sudah diperkuat dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 26 Tahun 2021," kata Novrizal belum lama ini.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Editor : Zufrizal
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper