Bisnis.com, JAKARTA - Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2020 sebesar minus 2,07 persen.
Angka ini jauh lebih buruk jika dibandingkan 2019. Dari data yang ditelusuri Bisnis, angka ini adalah kontraksi terbesar sejak krisis 1998 yang tumbuh negatif sekitar 13,13 persen.
Kendati demikian, kontraksi pada 2020 lebih rendah dari proyeksi berbagai lembaga internasional, yakni Bank Dunia dan ADB yang memperkirakan Indonesia akan mengalami pertumbuhan minus 2,2 persen.
Bahkan, Kepala BPS Suhariyanto mengatakan pertumbuhan minus 2,07 persen lebih baik dari beberapa negara di Asia dan negara maju seperti AS yang tumbuh 3,5 persen.
"Indonesia tidak sendiri. Pandemi ini betul-betul menyebabkan kontraksi yang sangat buruk di berbagai negara," ujarnya.
Dari sisi produksi, Suhariyanto mengatakan kontraksi pertumbuhan terdalam terjadi pada Lapangan Usaha Transportasi dan Pergudangan sebesar 15,04 persen.
Sementara itu, dari sisi pengeluaran hampir semua komponen terkontraksi, Komponen Ekspor Barang dan Jasa menjadi komponen dengan kontraksi terdalam sebesar 7,70 persen. Sementara itu, Impor Barang dan Jasa yang merupakan faktor pengurang terkontraksi sebesar 14,71 persen.