Bisnis.com, JAKARTA – Dewan Karet Indonesia (Dekarindo) menyatakan kondisi industri karet awal 2021 mendapatkan berkah pemulihan ekonomi dari pandemi Covid-19.
Dampak dari penyakit gugur daun karet (GDK) dan pemulihan sektor manufaktur di China dinilai menjadi pendorongnya.
Ketua Umum Dekarindo Azis Pane menyatakan permintaan pada Januari 2021 telah naik sekitar 5-6 persen dari kondisi normal. Azis menduga hal tersebut disebabkan oleh naiknya permintaan ban dari Negeri Panda sekitar 5-10 persen pada awal tahun.
"Artinya, industri otomotif di China sudah mulai bagus. Di dalam negeri baru [industri] sepeda motor yang bagus, tapi [permintaan dari kendaraan] roda empat belum seperti yang diharapkan," katanya kepada Bisnis, Rabu (6/1/2021).
Selain perbaikan permintaan, pasokan karet alam yang turun akibat penyakit GDK membuat harga karet di petani membaik. Azis mencatat volume produksi karet alam di negara penghasil karet pada kuartal IV/2020 turun sekitar 2,04 persen secara tahunan.
Menurutnya, volume produksi karet alam nasional turun paling rendah atau minus 1,8 persen secara tahunan menjadi sekitar 707.000 ton. Penurunan volume produksi terbesar terjadi di Malaysia, yakni merosot 4,37 persen ke kisaran 153.000 ton.
Baca Juga
Volume produksi karet alam Thailand merosot 2,98 persen menjadi 1,23 juta ton. Di samping itu, hanya India yang mencatatkan pertumbuhan positif atau sebesar 0,85 persen menjadi 235.000 ton.
Azis mengatakan terkoreksinya pasokan karet dunia tersebut membuat harga karet tumbuh. Azis mendata harga karet dengan sertifikat Standard Indonesian Rubber (SIR) 20 naik hingga 28 persen menjadi sekitar US$1,6 per kg.
Sementara itu, harga getah karet atau lateks naik sekitar 22,82 persen ke kisaran US$2,7 per kg. Seperti diketahui, lateks merupakan bahan baku untuk memproduksi sarung tangan karet dan berbagai produk alat kesehatan.
"Yang bikin harga [karet alam] turun selama ini adalah oversupply. Ternyata, begitu [volume produksi] turun, harganya mulai meningkat," ucapnya.