Bisnis.com, JAKARTA — Produksi minyak bumi di lapangan Banyu Urip, Blok Cepu, telah memasuki masa puncaknya pada tahun ini. Penurunan produksi secara ilmiah membayangi blok yang berkontribusi paling besar terhadap capaian produksi minyak nasional.
Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) mengamini kondisi yang terjadi pada Blok Cepu pada tahun ini. Deputi Operasi SKK Migas Julius Wiratno menyebut bahwa 2021 merupakan tahun puncak produksi untuk lapangan Banyu Urip.
Julius menjelaskan bahwa lapangan Banyu Urip pada tahun lalu sempat menyentuh produksi puncaknya sebesar 300.000 barel per hari (bph). Menurutnya, performa produksi di wilayah kerja tersebut berada jauh di atas ekspektasi.
Pasalnya, sejak persetujuan plan of development (PoD) lapangan Banyu Urip performa puncak hanya diperkirakan selama 18 bulan. Namun, setelah 5 tahun produksi dari lapangan tersebut masih tercatat baik.
"Bahkan, sekarang sudah pada titik masih puncak, tapi akan mengalami decline karena kondisi reserve yang sudah tiba waktunya," katanya baru-baru ini.
Julius mengatakan bahwa kondisi penurunan alamiah di Blok Cepu belum terlalu drastis pada tahun ini karena proses produksi yang masih bisa dijaga oleh ExxonMobil Cepu Limited (EMCL).
Baca Juga
Kendati demikian, produksi di Blok Cepu masih dapat meningkat seiring dengan penemuan lapangan-lapangan baru. Julius mengungkapkan bahwa pihaknya bersama dengan ExxonMobil Cepu tengah mengusahakan inisiatif untuk mempertahakan produksinya.
Dalam rencana kerja tahun ini, produksi minyak dari Blok Cepu masih dipatok tidak terlalu jauh dari target pada 2020 pada kisaran 220.000 bph.
"Perkiraan tahun depan [2021] seharusnya 3 persen—4 persen gradual atau mungkin, bahkan kurang dari itu kita coba pertahankan karena ada sumur-sumur yang perlu kita maintain juga," ungkapnya.
Berdasarkan data SKK Migas, sepanjang 2020 realisasi produksi siap jual atau lifting minyak dari Blok Cepu tercatat 218.200 bph. Realisasi itu lebih rendah dibandingkan dengan target APBN 2020 sebesar 220.000 bph, tapi realisasi itu masih lebih besar dibandingkan dengan target work program and budget (WP&B) 2020 sebesar 208.650 bph.
PENGEMBANGAN PERTAMA
Seperti dikutip dari laman resmi ExxonMobil, proyek lapangan Banyu Urip merupakan pengembangan pertama di bawah wilayah kontrak Cepu dengan perkiraan 450 juta barel minyak yang diumumkan pada April 2001.
Pada puncak produksi yang direncanakan, lapangan Banyu Urip memproduksi sebanyak 165.000 bph. Produksi minyak pertama dari lapangan Banyu Urip dimulai pada Desember 2008 melalui early production facility (EPF) yang mulai memproduksi 20.000 bph pada Agustus 2009.
Sementara itu, pada April 2011, EMCL membuat penemuan minyak tambahan di lapangan Kedung Kering di Blok Cepu. Sumur Kedung Keris sedang dikembangkan untuk memproduksi minyak melalui central processing facilities (CPF) Banyu Urip ke floating storage and offloading (FSO). EMCL juga telah melakukan empat penemuan gas di Blok Cepu sejak eksplorasi dimulai pada tahun 1999.
Staf Pengajar Universitas Trisakti Pri Agung Rakhmanto berpendapat bahwa apabila suatu lapangan migas telah memasuki masa puncak, kondisi penurunan secara ilmiah tidak dapat dihindari kendati lapangan tersebut belum berusia tua.
Namun, tingkat penurunannya seharusnya masih dapat dikelola dengan baik dan tidak menutup kemungkinan untuk mendapatkan peningkatan produksi apabila terdapat pengembangan lapangan baru di blok yang sama.
Menurutnya, penurunan produksi sebesar 3 persen—4 persen dari Blok Cepu dapat berdampak signifikan terhadap capaian produksi migas nasional mengingat kontribusinya yang paling besar.
"Untuk skala nasional, produksi 10.000 bph itu berarti, cukup signifikan," jelasnya.