Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Indonesia Kurang 'Seksi' untuk Investasi Migas, Kok Bisa?

Indonesia dinilai memerlukan regulasi baru yang lebih ramah terhadap investor yang diharapkan dapat ditampung dalam Revisi UU Migas.
Platform migas lepas pantai. Istimewa/SKK Migas
Platform migas lepas pantai. Istimewa/SKK Migas

Bisnis.com, JAKARTA – Indonesia dinilai tidak menjadi tempat yang menarik bagi para investor minyak dan gas bumi. Lantas apa penyebabnya?

Tim Energi Bimasena Arie Soemarno mengatakan dunia industri migas di berbagai belahan dunia mengalami perubahan yang sangat pesat sejak 2014 dengan kondisi pasokan minyak mentah yang berlebih dan pertumbuhan konsumsi yang tidak meningkat signifikan.

Hal itu berdampak terhadap harga minyak mentah dunia yang pada akhirnya membuat para perusahaan-perusahaan migas global mulai lebih selektif dalam berinvestasi.

Sementara itu, di dalam negeri, sektor migas mengalami pergeseran yang cukup besar dengan menurunnya produksi dan diikuti oleh merosotnya investasi dalam kurun waktu 2014-2020.

"Iklim usahanya semakin hari semakin memburuk sehingga kita pada akhirnya dinilai oleh banyak pihak bahwa ini negara yang tidak menarik untuk melakukan investasi migas, kita bahkan di bawah top 10 negara," katanya dalam webinar Seri-3 Bimasena Energy Dialogue, Jumat, (13/11/2020).

Menurut dia, pemerintah Indonesia kerap memaksakan keputusan yang pada akhirnya merugikan investor. Selain itu, pemerintah kerap memberikan penugasan-penugasan yang memberatkan seperti mengelola lapangan migas yang telah habis masa kontraknya kepada PT Pertamina (Persero).

"Padahal saya wanti karena Pertamina memiliki kemampuan keuangan dan tekonologi yang sulit, sebagai contoh di Mahakam yang produksinya terus turun," jelasnya.

Untuk memperbaiki investasi di Indonesia, dia menilai diperlukan regulasi baru yang lebih ramah terhadap investor yang diharapkan dapat ditampung dalam Revisi UU Migas.

Sebagai contoh, industri migas tidak lagi dijadikan sebagai sumber penerimaan negara, tapi diwacanakan untuk pertumbuhan ekonomi dan pertumbuhan produk domestik bruto, sehingga kalkulasi dari setiap kegiatan migas bisa sesuai dengan keekonomian dibandingkan dengan kalkulasi politik.

"Jadi banyak hal yang harus dipertimbangkan, jadi kalau demikian menurut saya ke depannya perlu dilakukan pemerintah bersama DPR dalam menyusun UU, terbuka dengarlah semua pendapat dari semua elemen stakeholder dan pakar-pakar migas," katanya. 


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper