Bisnis.com, JAKARTA - Menteri Perindustrian melantik lima pejabat eselon 1 dan eselon 2, termasuk Muhammad Taufik sebagai Direktur Industri Kimia Hilir dan Farmasi, Jumat (2/10/2020). Dalam arahannya, Menperin menyatakan sebanyak 35 perusahaan kimia hilir dan farmasi akan disuntik teknologi 4.0 agar lebih bregas.
"Di sektor industri kimia hilir dan farmasi, Kemenperin berupaya mendorong penerapan industri 4.0 di sektor industri kimia hilir dan farmasi untuk 35 perusahaan," kata Menperin Agus Gumiwang Kartasasmita.
Kemenperin juga telah menambahkan industri farmasi dan industri alat kesehatan sebagai sektor prioritas penerapan Industri 4.0. Pasalnya, sektor ini mengalami pertumbuhan dan permintaan yang signifikan di saat masa pandemi.
“Kami dapat pelajaran dari dampak pandemi ini, bahwa kita harus menjadi negara yang mandiri di sektor alat kesehatan dan farmasi,” ujarnya.
Industri farmasi dan industri alat kesehatan sebelumnya tidak masuk lima sektor prioritas penerapan industri 4.0. Kelima sektor tersebut adalah industri makanan dan minuman, industri otomotif, industri kimia dasar, industri tekstil dan produk tekstil, dan industri elektronika.
Dalam perkembangannya, industri farmasi dan industri alat kesehatan ditambahkan untuk mencapai target kemandirian dalam bidang kesehatan.
Baca Juga
Berdasarkan RPJMN 2020-2024, jumlah perusahaan sektor IKFT dengan nilai INDI 4.0 lebih dari 3 ditargetkan mencapai 11 perusahaan pada 2020, dan sebanyak 21 perusahaan pada 2024. Pada INDI 4.0, skor 1-2 menunjukkan kesiapan awal implementasi industri 4.0, skor 2-3 menunjukkan kesiapan sedang, dan skor 4 adalah mereka yang sudah menerapkan industri 4.0.
“Kami optimistis, sektor IKFT mampu berakselerasi ke arah industri 4.0. Apalagi, Making Indonesia 4.0 menetapkan beberapa sektor binaan kami untuk menjadi pionir dalam penerapan industri 4.0, yakni industri kimia serta industri tekstil dan pakaian," kata Direktur Jenderal Industri Kimia, Farmasi dan Tekstil (IKFT) Kemenperin, Muhammad Khayam.
Industri farmasi dan alat kesehatan dimasukkan ke dalam sektor tambahan pada Making Indonesia 4.0 karena memiliki kinerja yang gemilang di tengah tekanan dampak pandemi Covid-19. “Kedua sektor tersebut punya demand yang tinggi dalam memenuhi kebutuhan pasar terhadap produk-produk untuk mencegah penularan virus korona baru,” jelas Khayam.
Selain itu, sektor IKFT selama ini telah membuktikan kontribusinya yang signfikan bagi pertumbuhan ekonomi nasional. Misalnya dari sisi kinerja ekspor, nilai pengapalan produk dari sektor IKFT menembus hingga USD14,59 miliar sepanjang triwulan II tahun 2020.
Selanjutnya, realisasi investasi di sektor IKFT mencapai Rp32,39 triliun pada triwulan II-2020, yang terdiri dari penanaman modal asing (PMA) sebesar Rp20,06 triliun dan untuk penanaman modal dalam negeri (PMDN) sekitar Rp12,33 triliun.
“Investasi tersebut tentu memberikan multiplier effect yang luas bagi perekonomian nasional, seperti pada penambahan jumlah tenaga kerja. Di sektor IKFT, penyerapan tenaga kerjanya telah menyentuh angka 6,96 juta orang dari total tenaga kerja industri pengolahan sebanyak 18,46 juta orang,” ungkap Khayam.