Bisnis.com, JAKARTA — Pemerintah diharapkan supaya dapat merampungkan sedikitnya dua dari total delapan negosiasi kerja sama perdagangan yang masih berlangsung hingga Mei 2020 berdasarkan data Ditjen Perundingan Perdagangan Internasional, Kemendag.
Ketua Gabungan Pengusaha Ekspor Indonesia (GPEI) Benny Soetrisno mengatakan bahwa setidaknya pemerintah harus menyelesaikan perundingan Indonesia-European Union Comprehensive Economic Partnership Agreement (CEPA) dan Indonesia-Turkey CEPA.
"Jika dilihat dari manfaat, Uni Eropa kan cukup besar industri otomotifnya, sedangkan di Indonesia terdapat basis industri otomotif untuk part yang diperlukan seperti ban, jok, dan tekstil yang digunakan untk alas kaki mobil. Untuk itu, kita bisa suplai ke mereka," kata Benny kepada Bisnis, Rabu (23/9/2020).
Sementara itu, kerja sama dengan Turki diperlukan untuk menyelesaikan masalah tuduhan dumping terhadap beberapa produk, di antaranya baja, tekstil, biodiesel, dan kimia yang tengah menjadi objek penyelidikan trade remedies oleh negara lain, termasuk Turki.
Adapun, penyelesaian negosiasi dagang dengan Turki diperkirakan dapat rampung lebih cepat dari Uni Eropa. Pasalnya, jika dihitung waktu yang tersisa pada 2020, perundingan dengan Turki dapat berlangsung lebih lama lantaran perundingan tidak tertunda karena libur Natal.
Dengan terjalinnya kerja sama dengan Turki yang merupakan pintu masuk ke Eopa, lanjut Benny, ekspor barang dari Indonesia dikatakan bisa masuk langsung ke Benua Biru.
Baca Juga
"Kerja sama dengan Turki dan Uni Eropa berpeluang meningkatkan angka ekspor dari Indonesia sebesar 5—10 persen pada tahun mendatang," lanjutnya.
Sementara untuk utilisasi pakta dagang yang telah diratifikasi, Benny mengatakan bahwa sejauh ini angkanya masih di bawah 50 persen
Dia menilai hal itu tidak terlepas dari belum berjalan dengan baiknya kerja sama dagang yang sudah berjalan.
Saat dihubungi secara terpisah, Kepala Ekonom Center for Strategic and International Studies (CSIS) Yose Rizal Damuri mengatakan bahwa perundingan dagang dengan Uni Eropa masih jauh dari kesepakatan meskipun dinilai patut menjadi prioritas.
Menurutnya, negosiasi dagang antara RI dan UE terhambat oleh permintaan-permintaan yang belum dapat dipenuhi oleh tiap-tiap negara.
"UE minta urusan penurunan bea masuk lebih cepat, Indonesia tidak bisa penuhi itu. Indonesia minta berbagai hal yang terkait dengan pembatasan perdagangan di UE dan itu juga belum bisa dipenuhi oleh UE," kata Yose kepada Bisnis.