Bisnis.com, JAKARTA – Para pelaku usaha mengharapkan sejumlah perjanjian perdagangan dapat segera dirampungkan demi mengoptimalisasi kinerja niaga Indonesia ke negara mitra.
Wakil Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia Shinta W. Kamdani menyatakan, penyelesaian perjanjian dagang seharusnya diprioritaskan pada kesepakatan yang secara substansial telah disepakati seperti Indonesia-Korea CEPA (IK-CEPA) dan Indonesia-European Free Trade Association (IE-CEPA). Hal itu dibutuhkan agar perjanjian dagang tersebut bisa segera diratifikasi.
Dengan demikian, perjanjian dagang tersebut bisa dipergunakan pelaku usaha untuk mendorong perekonomian nasional.
"Kalau perjanjian ini tidak segera diratifikasi dan diimplementasikan, tidak akan membawa benefit riil untuk stimulasi ekonomi nasional secara keseluruhan," ujarnya saat dihubungi, Kamis (11/6/2020).
Menurutnya, usaha yang dikeluarkan pemerintah pun bakal lebih kecil dengan mengedepankan perjanjian-perjanjian ini jika dibandingkan harus mengupayakan perundingan yang belum disepakati secara substansial.
Pasalnya, untuk perundingan yang masih berjalan seperti Indonesia-European Union CEPA (IEU-CEPA) dan Indonesia-Turki CEPA (IT-CEPA), Indonesia harus melihat pula kondisi negara mitra.
"Apakah mereka masih punya energi untuk menyelesaikan perundingan dalam kondisi saat ini? Mungkin saja prioritas penyelesaian perundingan tersebut akan terkoreksi karena penanganan Covid-19 yang lebih urgent bagi pemerintahnya," lanjutnya.
Sementara itu, Ketua Umum Gabungan Perusahaan Ekspor Indonesia (GPEI) Benny Soetrisno berharap agar Indonesia-EU CEPA dan Indonesia-Turki CEPA dapat segera dirampungkan. Selain pertimbangan pasar yang besar, Benny mengatakan perjanjian dagang dengan Turki sendiri dapat membuka pintu bagi produk-produk Indonesia ke kawasan Eropa Timur dan Afrika.
"Kalau untuk produk ekspor, sejauh ini yang sangat potensial ke sana adalah produk alas kaki, pakaian, dan juga furnitur," kata Benny.
Penyelesaian perundingan dagang dengan Turki sendiri menjadi penting menyusul pemberlakuan bea masuk tambahan pada sekitar 60 produk Indonesia sejak Mei lalu.
Kementerian Perdagangan mencatat tambahan bea masuk berada di kisaran 5 sampai 20 yang meliputi produk besi dan baja, mesin, spare parts, kertas, plastik, dan benang. Turki sendiri memberlakukan pengecualian bea masuk kepada 51 negara yang memiliki perjanjian dagang, di antaranya adalah Singapura, Malaysia, Korea Selatan, dan negara-negara Uni Eropa.
Menyitir data Direktorat Jenderal Perundingan Perdagangan Internasional (PPI) Kementerian Perdagangan, setidaknya terdapat 8 perundingan perdagangan yang telah rampung dibahas
Perundingan itu di antaranya adalah Indonesia-Australia CEPA (IA-CEPA), Indonesia-Korea CEPA (IK-CEPA), Indonesia-Japan Economic Partnership Agreement (IJEPA), Indonesia-Pakistan Preferential Trade Agreement (Indonesia-Pakistan PTA), dan Indonesia-Chile CEPA (IC-CEPA).