Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Beban Utang Menggunung, DPR: Pemerintah Perlu Tekan Biaya Utang

DPR meminta pemerintah harus pintar berhemat. Penerbitan surat utang pun harus dibarengi upaya menghemat komponennya.
Menteri Keuangan Sri Mulyani memberikan sambutan saat peluncuran progam penjaminan pemerintah kepada padat karya dalam rangka percepatan pemulihan ekonomi nasional di Jakarta, Rabu (29/7/2020). Bisnis
Menteri Keuangan Sri Mulyani memberikan sambutan saat peluncuran progam penjaminan pemerintah kepada padat karya dalam rangka percepatan pemulihan ekonomi nasional di Jakarta, Rabu (29/7/2020). Bisnis

Bisnis.com, JAKARTA - Kebutuhan pembiayaan untuk menutup defisit anggaran pada tahun depan masih besar, sebagai konsekuensi dari upaya mempercepat pemulihan ekonomi yang remuk akibat pandemi Covid -19.

Anggota Komisi XI DPR Mukhamad Misbakhun meminta Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menekan biaya utang. Dia menegaskan, pemerintah sedang butuh banyak uang sehingga biaya utang harus dihemat.

“Defisit ini kalau kemudian makin melebar, biaya APBN kita makin besar,” ujarnya dalam keterangan resmi, Kamis (3/9/2020).

Menurut Misbakhun, komponen selain utang untuk menambal defisit ialah pajak. Namun, dengan pemulihan ekonomi yang dimuat ekspektasi, dia merasa pesimistis dengan kemampuan pemerintah mencapai target penerimaan dari perpajakan.

Apalagi secara sejarah, sepuluh tahun terakhir pemerintah tidak pernah mempunyai reputasi untuk mencapai target pajak. Situasi perekonomian yang lesu seperti ini, praktis penerimaan pajak pasti tidak tercapai lagi.

Oleh karena itu, Misbakhun menegaskan pemerintah harus pintar berhemat. Penerbitan surat utang pun harus dibarengi upaya menghemat komponennya.

“Mau tidak mau kita harus mengurangi komponen biaya penerbitan surat utang pemerintah,” sambungnya.

Misbakhun juga menyinggung tentang konsep burden sharing atau berbagi beban antara pemerintah dengan BI dalam menambal defisit APBN. Dia mempertanyakan apakah konsep burden sharing hanya untuk APBN 2020 atau berlanjut sampai tahun depan.

Namun jika burden sharing itu mau dilanjutkan, menurutnya pemerintah dan BI harus membahasnya sejak awal. Sebab, alumnus jika burden sharing untuk tahun depan tidak dibahas sejak awal, efeknya justru pada kepercayaan pasar.

“Kalau policy itu diambil mendadak kemudian sinyal kepada masyarakatnya bersifat mendadak, ini akan menimbulkan risiko terhadap confidence di market,” ujarnya.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Edi Suwiknyo
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper