Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Author

Usep Setiawan

Tenaga Ahli Utama pada Kantor Staf Presiden

Usep Setiawan adalah Tenaga Ahli Utama pada Kantor Staf Presiden. Dia juga menjabat sebagai Wakil Ketua Tim Percepatan Penyelesaian Konflik Agraria (TPPKA) KSP.

Lihat artikel saya lainnya

Kemandirian Pangan ala Petani saat Pandemi Corona

Kelompok petani ternyata mempunyain cara tersendiri untuk berinisiatif menggalakkan kemandirian pangan saat pademi Corona atau Covid-19. Pemerintah layak mendukung upaya perluasan cakupan dari pihak produsen maupun dari sisi penyalurannya.
Petani dan Nelayan Dapat 4 Insentif dari Presiden Jokowi
Petani dan Nelayan Dapat 4 Insentif dari Presiden Jokowi

Dikabarkan tanah seluas 165.000 hektare (ha) disiapkan untuk proyek food estate di Kapuas dan Pulang Pisau, Kalimantan Tengah. Proyek ini diharapkan bisa jadi penyangga pangan nasional dan menjadi solusi dari krisis pangan, meski realisasinya terdapat banyak tantangan.

Pembangunannya dimulai secara bertahap. Oktober tahun ini, seluas 30.000 ha dengan rincian di Kapuas 20.000 ha dan di Pulang Pisau 10.000 ha menggunakan intensifikasi areal existing. Tantangan realisasi food estate di antaranya kondisi lahan di Kalimantan yang tingkat kesuburannya tidak sesubur di Jawa. Hal ini membutuhkan rekayasa teknologi berbiaya besar.

Di sisi lain, kesulitan pangan jadi masalah besar di musim pandemi Covid-19. Pemerintah berusaha menjaga keamanan pangan melalui berbagai kebijakan.

Misalnya, menggenjot produktivitas pertanian pangan dan mengoptimalkan distribusinya, serta bantuan sosial dalam berbagai skema guna menjaga ketahanan pangan.

Penulis peduli pada inisiatif rakyat. Selain kementerian dan lembaga pemerintah di pusat, provinsi, dan kabupaten/kota, peran masyarakat tak kalah penting. Moto “rakyat bantu rakyat” yang diusung gerakan masyarakat sipil turut mengatasi dampak pandemi. Sebagai contoh, Gerakan Solidaritas Lumbung Agraria (Gesla) yang diinisiasi Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) penting diapresiasi. Demikian pula dengan Donasi Krisis Corona atau DKC yang digalang Koperasi Benih Kita Indonesia (Kobeta) bersama Forum Desa Mandiri Tanpa Korupsi (DMTK) dan komunitas benihbaik.com.

Menarik untuk menelisik ide dasar dan strategi Gesla-KPA dan DKC-Kobeta yang mengisi ruang partisipasi masyarakat dalam ikut menjamin ketersediaan pangan di tengah pandemi. Gesla-KPA berawal dari anggota KPA yang berupa organisasi petani sebagai produsen utama bahan pangan. Petani menanam bahan pokok lalu hasilnya dijual untuk dialirkan ke rantai distribusi menuju konsumen.

Anggota KPA, seperti Serikat Petani Pasundan (SPP) di Garut, Tasikmalaya, Ciamis dan Pangandaran, serta Serikat Tani Indramayu (STI) di Jawa Barat, menghimpun petani yang berkonflik dengan perusahaan negara atau swasta yang bertransformasi menjadi organisasi gerakan yang memperjuangkan reforma agraria di basis-basisnya.

Di era pandemi, SPP dan STI mengorganisasikan sebagian anggotanya untuk menyuplai bahan pangan bagi anggota dan jaringan KPA lainnya di perkotaan.

Secara periodik, petani mengirim hasil produksinya untuk disalurkan melalui Sekretariat Nasional KPA ke kantong-kantong pemukiman buruh dan miskin kota di Jabodetabek secara gratis atau harga diskon.

Demikian halnya DKC-Kobeta yang mengembangkan donasi untuk pangan rakyat dan untuk menyelamatkan usaha rakyat. DKC berlandaskan pemikiran bahwa ada banyak sekali di antara kita yang darurat membutuhkan bantuan pangan karena kehilangan pekerjaan dan usahanya terpaksa tutup. Sungguh respons luhur dari masyarakat luas.

Secara operasional, DKC memiliki empat skema. Pertama, donasi digalang mulai Rp1.000 sampai tak terbatas sesuai kemampuan. Kedua, paket pangan disediakan dengan mengikutsertakan hasil produksi rakyat seperti petani dan produsen kecil. Ketiga, paket pangan didistribusikan organisasi dan komunitas tepercaya di masyarakat secara akurat dan tepat sasaran yang membutuhkan. Keempat, penggunaan donasi dilaporkan sesuai standar platform benihbaik.com yang terpercaya.

Insiatif rakyat ini penting diapresiasi sebagai wujud gotong royong di tengah pandemi Covid-19.

Pemerintah pun perlu memikirkan akomodasi inisiatif masyarakat ini. Pemerintah layak mendukung upaya perluasan cakupan dari pihak produsen maupun dari sisi penyalurannya. Namun, pemerintah juga mesti hati-hati agar tak membuat kebijakan kontra produktif bagi pertumbuhan partisipasi dan kemandirian masyarakat.

Ada tiga skenario yang patut dikembangkan. Pertama, pemerintah memberikan dukungan kebijakan percepatan penyediaan tanah untuk petani di pedesaan guna meningkatkan produktivitas pertanian pangan. Fokusnya pelaksanaan redistribusi tanah dan legalisasinya serta perhutanan sosial agar rakyat di pedesaan memiliki akses pemanfatan tanah.

Kedua, pemerintah memberikan kemudahan atau insentif bagi civil society organization (CSO)/non-government organization (NGO) atau organisasi petani dalam mendistribusikan hasil pertanian. Insentif berupa penyediaan sarana transportasi pengangkut produk pertanian dan informasi pasar.

Ketiga, pemerintah dan CSO/NGO memperpendek rantai pasok dari produsen pangan di pedesaan, pedagang sebagai penyalur, hingga konsumen di perkotaan. Rantai pasok ini menjadi sistem pemasaran di era normal baru atau adaptasi kebiasaan baru.

Jarak produsen dan konsumen diperpendek sehingga produsen menikmati harga yang relatif lebih tinggi dan konsumen mendapat harga yang relatif terjangkau dibanding biasanya.

Jika kreatif, pandemi Covid-19 dapat menyumbang pada jalan kemandirian dan kedaulatan pangan dalam sistem produksi, distribusi dan konsumsi pangan. Petani sebagai produsen dan masyarakat selaku konsumen pangan diuntungkan. Rasanya ini lebih elok diupayakan ketimbang terus berspekulasi dengan proyek-proyek yang besar pasak daripada tiang.
Kemandirian Pangan ala Penati saat Pandemi Corona

Dikabarkan tanah seluas 165.000 hektare (ha) disiapkan untuk proyek food estate di Kapuas dan Pulang Pisau, Kalimantan Tengah. Proyek ini diharapkan bisa jadi penyangga pangan nasional dan menjadi solusi dari krisis pangan, meski realisasinya terdapat banyak tantangan.

Pembangunannya dimulai secara bertahap. Oktober tahun ini, seluas 30.000 ha dengan rincian di Kapuas 20.000 ha dan di Pulang Pisau 10.000 ha menggunakan intensifikasi areal existing. Tantangan realisasi food estate di antaranya kondisi lahan di Kalimantan yang tingkat kesuburannya tidak sesubur di Jawa. Hal ini membutuhkan rekayasa teknologi berbiaya besar.

Di sisi lain, kesulitan pangan jadi masalah besar di musim pandemi Covid-19. Pemerintah berusaha menjaga keamanan pangan melalui berbagai kebijakan.

Misalnya, menggenjot produktivitas pertanian pangan dan mengoptimalkan distribusinya, serta bantuan sosial dalam berbagai skema guna menjaga ketahanan pangan.

Penulis peduli pada inisiatif rakyat. Selain kementerian dan lembaga pemerintah di pusat, provinsi, dan kabupaten/kota, peran masyarakat tak kalah penting. Moto “rakyat bantu rakyat” yang diusung gerakan masyarakat sipil turut mengatasi dampak pandemi. Sebagai contoh, Gerakan Solidaritas Lumbung Agraria (Gesla) yang diinisiasi Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) penting diapresiasi. Demikian pula dengan Donasi Krisis Corona atau DKC yang digalang Koperasi Benih Kita Indonesia (Kobeta) bersama Forum Desa Mandiri Tanpa Korupsi (DMTK) dan komunitas benihbaik.com.

Menarik untuk menelisik ide dasar dan strategi Gesla-KPA dan DKC-Kobeta yang mengisi ruang partisipasi masyarakat dalam ikut menjamin ketersediaan pangan di tengah pandemi. Gesla-KPA berawal dari anggota KPA yang berupa organisasi petani sebagai produsen utama bahan pangan. Petani menanam bahan pokok lalu hasilnya dijual untuk dialirkan ke rantai distribusi menuju konsumen.

Anggota KPA, seperti Serikat Petani Pasundan (SPP) di Garut, Tasikmalaya, Ciamis dan Pangandaran, serta Serikat Tani Indramayu (STI) di Jawa Barat, menghimpun petani yang berkonflik dengan perusahaan negara atau swasta yang bertransformasi menjadi organisasi gerakan yang memperjuangkan reforma agraria di basis-basisnya.

Di era pandemi, SPP dan STI mengorganisasikan sebagian anggotanya untuk menyuplai bahan pangan bagi anggota dan jaringan KPA lainnya di perkotaan.

Secara periodik, petani mengirim hasil produksinya untuk disalurkan melalui Sekretariat Nasional KPA ke kantong-kantong pemukiman buruh dan miskin kota di Jabodetabek secara gratis atau harga diskon.

Demikian halnya DKC-Kobeta yang mengembangkan donasi untuk pangan rakyat dan untuk menyelamatkan usaha rakyat. DKC berlandaskan pemikiran bahwa ada banyak sekali di antara kita yang darurat membutuhkan bantuan pangan karena kehilangan pekerjaan dan usahanya terpaksa tutup. Sungguh respons luhur dari masyarakat luas.

Secara operasional, DKC memiliki empat skema. Pertama, donasi digalang mulai Rp1.000 sampai tak terbatas sesuai kemampuan. Kedua, paket pangan disediakan dengan mengikutsertakan hasil produksi rakyat seperti petani dan produsen kecil. Ketiga, paket pangan didistribusikan organisasi dan komunitas tepercaya di masyarakat secara akurat dan tepat sasaran yang membutuhkan. Keempat, penggunaan donasi dilaporkan sesuai standar platform benihbaik.com yang terpercaya.

Insiatif rakyat ini penting diapresiasi sebagai wujud gotong royong di tengah pandemi Covid-19.

Pemerintah pun perlu memikirkan akomodasi inisiatif masyarakat ini. Pemerintah layak mendukung upaya perluasan cakupan dari pihak produsen maupun dari sisi penyalurannya. Namun, pemerintah juga mesti hati-hati agar tak membuat kebijakan kontra produktif bagi pertumbuhan partisipasi dan kemandirian masyarakat.

Ada tiga skenario yang patut dikembangkan. Pertama, pemerintah memberikan dukungan kebijakan percepatan penyediaan tanah untuk petani di pedesaan guna meningkatkan produktivitas pertanian pangan. Fokusnya pelaksanaan redistribusi tanah dan legalisasinya serta perhutanan sosial agar rakyat di pedesaan memiliki akses pemanfatan tanah.

Kedua, pemerintah memberikan kemudahan atau insentif bagi civil society organization (CSO)/non-government organization (NGO) atau organisasi petani dalam mendistribusikan hasil pertanian. Insentif berupa penyediaan sarana transportasi pengangkut produk pertanian dan informasi pasar.

Ketiga, pemerintah dan CSO/NGO memperpendek rantai pasok dari produsen pangan di pedesaan, pedagang sebagai penyalur, hingga konsumen di perkotaan. Rantai pasok ini menjadi sistem pemasaran di era normal baru atau adaptasi kebiasaan baru.

Jarak produsen dan konsumen diperpendek sehingga produsen menikmati harga yang relatif lebih tinggi dan konsumen mendapat harga yang relatif terjangkau dibanding biasanya.

Jika kreatif, pandemi Covid-19 dapat menyumbang pada jalan kemandirian dan kedaulatan pangan dalam sistem produksi, distribusi dan konsumsi pangan. Petani sebagai produsen dan masyarakat selaku konsumen pangan diuntungkan. Rasanya ini lebih elok diupayakan ketimbang terus berspekulasi dengan proyek-proyek yang besar pasak daripada tiang.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Usep Setiawan
Editor : Sutarno
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper