Bisnis.com, JAKARTA - Di tengah ramainya topik 'Jokowi marah' karena buruknya penyerapan anggaran penanganan Covid-19 di jagat maya, tiba-tiba muncul bahan perbincangan baru yang menyeret Kementerian Pertahanan.
Kementerian Pertahanan yang dipimpin Prabowo Subianto telah mengajukan alokasi anggaran sebesar Rp129,3 triliun untuk tahun depan. Usulan anggaran cukup besar di era pemerintahan Joko Widodo atau Jokowi.
Nilai fantastis pagu anggaran Menteri Prabowo tersebut terungkap dalam Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEMPPKF) Tahun 2021 yang bertajuk Percepatan Pemulihan Ekonomi dan Penguatan Reformasi.
Tertulis di dalam dokumen tersebut, pagu indikatif Kementerian Pertahanan TA 2021 adalah sebesar Rp 129,3 triliun.
Secara rinci, dokumen tersebut menjelaskan bahwa alokasi anggaran tersebut antara lain bersumber dari rupiah murni Rp113,1 triliun (87,5 persen), pagu penggunaan PNBP Rp2,1 triliun (1,6 persen), pagu penggunaan BLU Rp3,1 triliun (2,4 persen), dan SBSN Rp900 miliar (0,7 persen).
Kementerian Pertahanan beralasan anggaran tersebut akan digunakan untuk mendukung pencapaian target prioritas pembangunan nasional bidang pertahanan.
Baca Juga
Adapun, program-program tersebut meliputi program penggunaan kekuatan, program modernisasi alutsista dan non-alutsista dan sarana dan prasarana pertahanan, program pembinaan sumber daya pertahanan dan program profesionalisme dan kesejahteraan prajurit.
Sementara itu, Prabowo dalam naskah KEMPPKF tersebut menegaskan bahwa sasaran output strategis Kementerian Pertahanan pada tahun 2021
mencakup lima hal.
Pertama, dukungan pengadaan alutsista sebanyak 5 paket. Kedua, dukungan pengadaan amunisi kaliber kecil sebanyak 1 kegiatan. Ketiga, dukungan pengadaan/penggantian kendaraan tempur sebanyak 12 unit.
Keempat, KRI, KAL, Alpung dan Ranpur/Rantis Matra Laut sebanyak 14 unit. Kelima, dukungan pengadaan/penggantian pesawat udara dan lainnya
sebanyak 4 unit.
Selain itu, Kementerian Pertahanan menegaskan alokasi rupiah murni juga ditujukan untuk penyelesaian proyek/kegiatan yang ditunda/terhambat akibat adanya pandemi Covid-19 pada 2020.
Anggaran 'gendut' Kementerian Pertahanan bukan topik baru. Sejak pelantikan kabinet, besarnya anggaran urusan pertahanan ini sudah jadi sorotan.
Pada awal 2020, Presiden Jokowi mengungkapkan bahwa kementerian yang berada di bawah pimpinan rivalnya pada Pemilu 2019 tersebut memang telah memiliki anggaran besar sejak 2016.
“Kementerian Pertahanan mendapatkan alokasi APBN terbesar sejak 2016 sampai sekarang. Anggaran Rp127 triliun itu harus efisien, bersih, tidak boleh ada mark-up lagi, dan yang paling penting mendukung industri dalam negeri kita.” ungkap Rapat Pimpinan Kementerian Pertahanan (Rapim Kemhan) Tahun 2020 di Gedung Jendral AH Nasution Kementerian Pertahanan pada Kamis (23/1/2020).
Sri Mulyani juga menyampaikan untuk memenuhi kebutuhan strategisnya dalam menjaga keamanan republik, Kementerian Pertahanan (Kemhan) mendapatkan alokasi anggaran APBN terbesar tahun 2020, yaitu sebesar Rp131 triliun. Angka ini meningkat dari anggaran tahun lalu Rp110 triliun.
Melihat angka yang besar tersebut, Sri Mulyani mengharapkan pembelian alutsista diputuskan dan digunakan secara cermat dan efektif, terutama bila sumber dana pembelian dari pinjaman luar negeri.
“Pinjaman dalam negeri masih relatif tidak bermasalah, yang sering bermasalah adalah pinjaman luar negeri. Banyak alutsista kita dibeli dari berbagai macam negara dan ini pun menurut saya membutuhkan suatu pemikiran dan keputusan bersama strategi dari Kemenhan dan Panglima, Kepala Staf, itu mau seperti apa komposisi, sumbernya, asalnya," papar Sri Mulyani dalam Rapim Kemhan (23/1/2020).
Namun, dalam perkembangannya, pemerintah harus memangkas anggaran kementerian dan lembaga (K/L) ketika Covid-19 berkembang.
Bahkan, Menteri Keuangan telah berkomitmen untuk melanjutkan efisiensi anggarannya hingga 2021. Sri Mulyani pun bertekad melakukan desain ulang (redesign) sistem penganggaran dengan mengadopsi konsep money follow program yang akan mengutamakan kejelasan program yang dibiayai APBN.
Dia mengaku memangkas 326 program K/L ketika menyusun Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2021. Angka tersebut ditekan dari sebelumnya 428 program.
"428 program itu karena identik dengan unit eselon I. Jadi kalau satu kementerian ada lima unit eselon berarti dia punya lima program," ungkapnya, (23/6/2020).
Langkah ini berarti pemerintah telah melakukan efisiensi di tengah kondisi sulit akibat pandemi Covid-19. Lalu, mengapa anggaran pertahanan yang sifatnya belum mendesak masih gendut juga ya?