Bisnis.com, JAKARTA – Industri rantai pendingin memangkas pertumbuhan produksi rantai pendingin hingga 50 persen hingga akhir tahun. Hal tersebut disebakan oleh berkurangnya aktivitas logistik di dalam negeri.
Asosiasi Rantai Pendingin Indonesia (ARPI) menyatakan penambahan fasilitas rantai pendingin atau cold storage baru pada akhir tahun ini maksimal hanya 150.000 ton untuk gudang pendingin.
Sementara itu, pertumbuhan produksi kendaraan pendingin maksimal hanya akan bertambah sekitar 950 ton.
"Jadi, manufakturing fasilitas rantai pendingin cuma separuh kinerjanya karena 6 bulan itu mereka hanya mempertahankan pelanggan saja," kata Direktur Eksekutif ARPI Hasanuddin Yasni kepada Bisnis, Kamis (11/6/2020).
Hasanuddin mengatakan produksi kendaraan pendingin dan gudang pendingin baru akan dimulai pada awal kuartal IV/2020. Namun demikian, lanjutnya, mayoritas pabrikan baru akan memulai proses produksi pada awal kuartal I/2021.
Hasanuddin menyampaikan pada tahun ini akan ada pergeseran tren produksi gudang pendingin. Menurutnya, produksi gudang pendingin berkapasitas 200 ton akan menopang lebih dari 90 persen gudang pendingin baru pada tahun ini.
Hasanuddin menjelaskan hal tersebut disebabkan oleh penurunan harga ayam potong dan ikan kecil lantaran minimnya fasilitas gudang pendingin untuk dua komoditas tersebut. Menurutnya, harga ayam potong anjlok sampai 70 persen dari harga normal karena minimnya gudang pendingin untuk menyimpan ayam potong tersebut.
"[Mereka] butuh cold storage skala kecil sekitar 200 ton. Itu [produk] yang paling banyak diminati tahun ini," katanya.
Selain itu, Hasanuddin menyatakan pembangunan gudang pendingin berskala besar seluruhnya ditunda. Menurutnya, penundaan tersebut disebabkan oleh menurunnya aktivitas penangkapan ikan laut maupun impor daging potong.
Di samping itu, Hasanuddin mengatakan minimnya aktivitas logistik membuat waktu penyimpanan di gudang-gudang pendingin lebih lama. Alhasil, lanjutnya, okupansi gudang pendingin naik ke level 100 persen.
Hasanuddin mencatat okupansi gudang pendingin pada keadaan normal berada di kisaran 70-80 persen. Walau okupansi naik, Hasanuddin mencatat arus kas rata-rata gudang pendingin tetap tertekan lantaran mayoritas pengguna gudang pendingin meminta penundaan pembayaran.
Di sisi lain, minimnya aktivitas logistik membuat okupansi kendaraan pendingin anjlok sekitar 30-50 persen ke kisaran 40-60 persen. Alhasil, pabrikan kendaraan pendingin menunda produksi kendaraan pendingin hingga Oktober 2020.
"Tapi, sejauh ini mereka [industriawan rantai pendingin] belum melakukan PHK [pemutusan hubungan kerja]. Paling shift separuh-separuh. Jadi, istilah lembur itu hampir tidak ada [saat ini]," ucapnya.
Oleh karena itu, Hasanuddin meminta kepada pemerintah agar ada keringanan pembayaran tarif listrik selama pandemi masih berlangsung. Menurutnya, asosiasi telah meminta PT Perusahaan Listrik Negara untuk memberikan diskon sebesar 25 persen dari biaya per Kilowatt hour (kWh).
Walaupun kondisi arus kas berat, Hasanuddin menilai pandemi Covid-19 juga memberikan dampak positif bagi industri rantai pendingin. Menurutnya, pandemi Covid-19 membuat konsumen sadar akan keunggulan makanan beku (frozen foods) dibandingkan panganan segar baik dari sisi kesehatan maupun ekonomi.