Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Dilema Sri Mulyani dan Dana Talangan BUMN

Dana Talangan untuk dua BUMN yang tengah mengalami kesulitan finansial berujung kisruh di DPR. Kini, Sri Mulyani menanggapi mengeluarkan pernyataan baru bahwa pemerintah masih akan meneliti kondisi BUMN tersebut sebelum mencairkan bantuan.
Presiden Joko Widodo (kiri) berbincang dengan Menteri Keuangan Sri Mulyani sebelum memimpin rapat terbatas di Kantor Presiden, Jakarta, Rabu (11/3/2020). Rapat tersebut membahas percepatan penyelesaian permasalahan pertanahan Sumatera Utara. ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan
Presiden Joko Widodo (kiri) berbincang dengan Menteri Keuangan Sri Mulyani sebelum memimpin rapat terbatas di Kantor Presiden, Jakarta, Rabu (11/3/2020). Rapat tersebut membahas percepatan penyelesaian permasalahan pertanahan Sumatera Utara. ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan

Bisnis.com, JAKARTA - Skema pemberian dana talangan kepada dua BUMN berstatus perusahaan terbuka yakni PT Garuda Indonesia Persero Tbk (GIAA) dan PT Krakatau Steel Persero Tbk (KRAS) rupanya memantik perdebatan.

Dalam rapat dengan DPR belum lama ini, beberapa anggota DPR menyatakan bahwa skema pemberian dana talangan kurang tepat. Sebagian anggota meminta supaya ada pembagian beban atau risk sharing antar pemegang saham.

"Memang ada usulan risk sharing dari salah satu fraksi supaya semua pemegang saham berkontribusi," tulis dokumen yang didapatkan Bisnis di lingkungan pemerintah, Rabu (3/6/2020).

Setali tiga uang dengan informasi tersebut, dalam konferensi pers soal pemulihan ekonomi nasional (PEN) dan perubahan postur APBN 2020, pernyataan Menteri Keuangan Sri Mulyani soal dua BUMN ini berbeda dengan pernyataan publiknya terdahulu.

Dalam pernyataan sebelumnya, Sri Mulyani menyatakan bahwa pemberian dana talangan diberikan untuk mendukung kinerja dua BUMN yang memang terdampak pandemi Covid - 19. Pemberian dana talangan akan dilakukan dengan governance yang baik dan akuntabel, supaya benar-benar tepat sasaran.

Namun demikian, pada konferensi pers kali ini, bekas Direktur Pelaksana Bank Dunia ini justru memiliki argumentasi yang sebaliknya. Otoritas fiskal, lanjut Menkeu, kendati akan melakukan penilitian terkait kebutuhan kedua BUMN, menyerahkan nasib dua perusahaan pelat merah itu ke Menteri BUMN Erick Thohir.

"Untuk BUMN saya minta tanyakan ke Pak Erick saja," ujar Sri Mulyani.

Perubahan pernyataan Sri Mulyani ini menarik untuk dicermati. Apalagi, perubahan sikap Sri Mulyani ini beriringan dengan keriuhan soal dana talangan serta munculnya kabar pemutusan hubungan kerja (PHK) di salah satu BUMN tersebut.

Lantas apakah perubahan sikap pemerintah ini mengindikasikan adanya perubahan skema kebijakan untuk 'menolong' dua perusahaan pelat merah tersebut?

Sri Mulyani dalam pernyataannya menegaskan langkah-langkah yang akan diberikan pemerintah fokus untuk meningkatkan kinerja dua BUMN tersebut. Makanya, meski sudah masuk dalam postur yakni untuk GIAA Rp8,5 triliun dan KRAS Rp3 triliun pihaknya akan meneliti sejauh mana kebutuhan dua perusahaan ini.

Dalam catatan Bisnis, munculnya skema dana talangan ini dilandasi sejumlah pertimbangan. Salah satunya untuk menghindarkan gugatan pailit dan penundaan kewajiban pembayaran utang untuk Garuda Indonesia hingga risiko kegagalan restrukrisasi utang Krakatau Steel yang telah dilakukan sejak tahun lalu.

Dalam bahan paparan yang dikutip Bisnis, pemerintah setidaknya membagi dua kategori yang menjadi dasar bagi pemerintah untuk memberikan dana talangan ke dua perusahaan yakni PT Garuda Indonesia Persero Tbk. (GIAA) dan PT Krakatau Steel Tbk (KRAS).

Pertama, untuk GIAA pertimbangan utamanya adalah kepemilikan saham pemerintah yang masih dominan di angka di atas 60 persen, kebutuhan kas jangka pendek, dan chip in ekuitas yang tidak favourable bagi pemegang saham minoritas.

Kedua, urgensi dukungan dana dari pemerintah ini menyangkut status Garuda Indonesia sebagai maskapai nasional yang menghubungkan kepulauan Nusantara, menghindarkan monopoli penerbangan, hingga benchmark dari negara lain seperti Jerman, Singapura dan Malaysia.

Terkait dengan KRAS, pemberian dana talangan dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan kas dalam jangka pendek. Selain itu, pemberian dana talangan ke perusahaan yang 80 persen dikuasai negara juga tidak lepas dari posisi strategis perseroan sebagai perusahaan baja nasional dan untuk menjaga daya saing baja nasional.

Persoalannya, Garuda Indonesia, selain 60,5 persen sahamnya dikuasi oleh negara atau pemerintah, sebagian sahamnya telah dikuasai oleh publik.

PT Trans Airways, perusahaan milik konglomerasi CT Group, tercatat memiliki saham sebanyak 25,6 persen. Sementara itu, sisanya sebanyak 13,8 persen dimiliki publik. Begitupula dengan Krakatau Steel, sebagian besar sahamnya dimiliki pemerintah dan sisanya dimiliki publik.

Pemberian dana talangan dan penyertaan modal, kendati tujuannya sama menguatkan kinerja perseroan, sejatinya sifat keduanya sama sekali berbeda.

Skema dana talangan tidak seperti penyertaan modal negara (PMN). Tidak menambah saham milik pemerintah di Garuda Indonesia, hanya sifatnya memberikan semacam pinjaman ke maskapai pelat merah tersebut.

Skema ini jelas tidak fair karena semua beban ada pundak pemerintah. Padahal saat ini negara sedang pusing menambal APBN yang defisitnya terus melebar. Terakhir 6,34 persen dari produk domestik bruto (PDB).

Selain itu, perlu dicatat dua perusahaan ini merupakan perusahaan terbuka. Selain pemerintah, ada beberapa pemegang saham lain di luar pemerintahan. Hal ini menyisakan banyak tanda tanya besar. Bagaimana peran pemegang saham yang lain?

Sebagai informasi, skema dana talangan sebelumnya juga tidak masuk dalam rancangan anggaran di Perpres No.54/2020. Jadi, kalau dana talangan tetap dipaksakan, siapa yang bakal ketiban sial dan ketiban untung? Dan sejak kapan skema dana talangan lazim diberikan kepada BUMN?

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Edi Suwiknyo
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper