Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Wall Street Ditutup Menguat Meski Dibayangi Tarif Baru Trump

Bursa saham AS Wall Street tidak terdampak kebijakan tarif baru Trump dengan ditutup menguat pada perdagangan Kamis (10/7/2025).
Informasi pasar saham di Nasdaq MarketSite di New York, AS, Senin, 5 Agustus 2024. Aksi jual pasar global semakin dalam karena kekhawatiran terhadap resesi ekonomi AS semakin meningkat./Bloomberg-Michael Nagle
Informasi pasar saham di Nasdaq MarketSite di New York, AS, Senin, 5 Agustus 2024. Aksi jual pasar global semakin dalam karena kekhawatiran terhadap resesi ekonomi AS semakin meningkat./Bloomberg-Michael Nagle

Bisnis.com, JAKARTA — Bursa saham Amerika Serikat (AS) atau Wall Street ditutup menguat pada perdagangan Kamis (10/7/2025) waktu setempat, dengan S&P 500 dan Nasdaq Composite kembali mencetak rekor penutupan seiring sikap investor yang mengabaikan kebijakan tarif terbaru dari Presiden Amerika Serikat Donald Trump.

Berdasarkan data Reuters pada Jumat (11/7/2025), indeks S&P 500 naik 16,44 poin atau 0,26% ke level 6.279,70, sedangkan Nasdaq Composite menguat 20,03 poin atau 0,10% menjadi 20.631,37. Adapun Dow Jones Industrial Average melesat 189,27 poin atau 0,43% ke posisi 44.647,57.

Saham Delta Air Lines melonjak setelah maskapai tersebut memproyeksikan laba kuartal III dan setahun penuh yang melebihi estimasi analis Wall Street.

Kabar tersebut disambut positif oleh pelaku pasar, mendorong reli di sektor penerbangan. Saham United Airlines dan American Airlines turut menguat, seiring sentimen optimistis investor terhadap prospek industri.

Indeks Dow Jones Transportation, yang kerap dianggap sebagai indikator kinerja ekonomi, menyentuh level tertingginya sejak akhir Februari.

Klaim awal tunjangan pengangguran untuk pekan yang berakhir 5 Juli 2025 tercatat sebanyak 227.000, lebih rendah dari estimasi konsensus sebesar 235.000 berdasarkan survei Reuters. Angka ini merupakan yang terendah dalam tujuh pekan terakhir, meski data selama libur Hari Kemerdekaan AS kerap menunjukkan volatilitas.

Menurut Mark Luschini, Kepala Strategi Investasi di Janney Montgomery Scott, Philadelphia mengatakan kombinasi dari prospek Delta dan data tenaga kerja yang cukup jinak telah mendorong kembali sentimen ambil risiko di pasar

"Secara keseluruhan, ini memicu kembalinya mode risk-on yang sangat terlihat kemarin dan berlanjut hingga hari ini," ujar Luschini. 

Dia menambahkan investor semakin tidak terpengaruh oleh potensi dampak inflasi dan pengangguran dari kebijakan tarif. Menurutnya, saat ini investor belum terlalu memperhitungkan risiko tersebut dan kemungkinan baru akan merespons ketika ada bukti nyata.

Pada pekan lalu, laporan pasar tenaga kerja yang solid telah mendorong indeks utama Wall Street mencetak rekor, memulihkan posisi setelah aksi jual tajam pada April pascapengumuman tarif AS.

“Berbagai ketidakpastian mulai tersingkir. RUU besar yang disahkan pekan lalu sudah memberi kejelasan. Sekarang pasar mulai mendapatkan gambaran lebih jelas soal tarif, meski belum tuntas,” ujar Chris Haverland, Global Equity Strategist di Wells Fargo Investment Institute.

Dia juga mencatat musim laporan keuangan kuartal II akan dimulai pekan depan, yang akan menjadi indikator bagaimana perusahaan-perusahaan menghadapi tekanan tarif.

Presiden Trump baru-baru ini mengumumkan tarif impor baru sebesar 50% untuk produk tembaga yang akan berlaku mulai 1 Agustus 2025, serta mengancam tarif serupa untuk ekspor barang dari Brasil ke AS. Selain itu, pemberitahuan tarif juga dikirimkan kepada sejumlah mitra dagang lainnya.

Meski demikian, beberapa negara masih menunggu kepastian resmi dari Gedung Putih, sementara investor terus mencermati dinamika negosiasi perdagangan yang sedang berlangsung.

Risalah rapat The Fed bulan Juni yang dirilis Rabu (9/7/2025) menunjukkan sebagian besar pejabat bank sentral memperkirakan pemangkasan suku bunga akan terjadi tahun ini, dengan dampak inflasi dari tarif dipandang hanya sementara atau moderat.

Meskipun mayoritas pelaku pasar tidak memperkirakan pemangkasan suku bunga pada Juli, peluang penurunan suku bunga 25 basis poin pada September meningkat menjadi 64%, menurut FedWatch milik CME Group.

Presiden The Fed St. Louis Alberto Musalem menyatakan bahwa dampak tarif impor terhadap inflasi mungkin baru akan terlihat pada akhir tahun ini atau bahkan hingga 2026. Hal itu menjadi alasan mengapa pejabat The Fed masih berhati-hati dalam mengambil keputusan suku bunga.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Sumber : Reuters
Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper