Bisnis.com, JAKARTA — Komite Perlindungan Perdagangan Indonesia telah menerima usulan untuk penyelidikan safeguard pada produk garmen. Kendati demikian, usulan ini belum ditindaklanjuti lantaran belum adanya petisi resmi dari pelaku industri.
"Dalam pertemuan dengan asosiasi, kami memang sudah menerima usulan penyelidikan safeguard untuk garmen. Namun, sampai saat ini kami belum memperoleh permohonan resmi," kata Ketua Komite Perlindungan Perdagangan Indonesia (KPPI) Mardjoko kepada Bisnis, Sabtu (2/5/2020).
Penyelidikan dapat dilakukan apabila pemohon dapat memberi bukti adanya lonjakan impor dalam 3 tahun terakhir pada produk garmen.
Di sisi lain, Mardjoko menjelaskan pentingnya bukti di lapangan bahwa lonjakan impor tersebut mengakibatkan kerugian serius bagi industri dalam negeri seperti penurunan volume produksi, penjualan domestik, produktivitas, kapasitas terpakai, dan jumlah tenaga kerja.
“Kami siap menindaklanjuti selama persyaratan terpenuhi, ada sebab akibat yang akan kami uji," lanjutnya.
Dalam hal perlindungan terhadap industri tekstil dan produk tekstil (TPT) Tanah Air, Mardjoko menjelaskan bahwa pemerintah telah merilis regulasi pengenaan bea masuk tindakan pengamanan sementara (BMTPS) terhadap tiga kelompok produk yakni benang dari serat stapel dan artifisial, produk kain; serta produk tirai, termasuk gorden, dan kerai dalam.
Baca Juga
Adapun, bea masuk tindak pengamanan tersebut mencakup 121 pos tarif dan mulai berlaku sejak 9 November 2019 untuk periode 200 hari.
Mardjoko menuturkan bahwa BMTPS ini akan berakhir pada 27 Mei 2020 dan pihaknya telah menyiapkan kebijakan bea masuk definitif.
"Penyelidikan masih terus berlangsung untuk penetapan safeguard measures yang definitive. Jadi, ada kemungkinan akan berlanjut," ujar Mardjoko.