Bisnis.com, JAKARTA - Organda DKI Jakarta menilai operator angkutan umum hanya bisa bertahan hingga tiga bulan ke depan apabila pemerintah tidak memberikan bantuan insentif terhadap bisnisnya.
Ketua DPC Organda DKI Jakarta Shafruhan Sinungan mengatakan angkutan umum di wilayahnya sudah sepi penumpang, bahkan sebelum pembatasan sosial berskala besar (PSBB) dilakukan. Jadi, pemberlakuan tersebut tidak memberikan dampak tambahan.
"Kondisi ini menimbulkan permasalahan bisnis yang bisa berujung pada kondisi bangkrut. Operator transportasi, terutama yang tidak mendapat subsidi dari pemerintah, butuh bantuan dan hanya dapat bertahan hingga tiga bulan ke depan," kata Shafruhan, Selasa (14/4/2020).
Dia menambahkan angkutan umum yang dimaksud adalah selain dari Transjakarta, Moda Raya Terpadu (MRT), Lintas Rel Terpadu (LRT), dan Kereta Rel Listrik (KRL) Jabodetabek.
Pihaknya menjelaskan bisnis angkutan umum sudah hancur, bus pariwisata sudah 100 persen tidak ada yang beroperasi karena tidak ada tur maupun orang bepergian. Bus antarkota antarprovinsi (AKAP), bus angkutan dalam kota, hingga rental mengalami penurunan jumlah penumpang hingga 90 persen.
Menurutnya, operator akan tetap mematuhi adanya instruksi untuk melakukan jaga jarak (physical distancing) sebagai bagian dari pedoman PSBB. Namun, usuran bisnis juga harus menjadi perhatian pemerintah.
Baca Juga
Syafruhan mengaku sudah berkirim surat kepada Gubernur DKI Jakarta untuk meminta bantuan insentif bagi operator awak kendaraan dalam menghadapi situasi saat ini. Intinya, minta dibantu keringanan insentif pembebasan pembayaran pajak kendaraan bermotor (PKB) dalam kurun waktu setahun, dibantu insentif dibebaskan biaya retribusi pengurusan perizinan.
Kemudian, lanjutnya, meminta bantuan langsung tunai (BLT) yang akan diberikan kepada awak harian perusahaan bus sebagai pengganti upah hariannya. Hingga kini, terdapat lebih dari 200.000 awak bus mulai dari pengemudi, kernet, hingga karyawan di seluruh DKI Jakarta.